Biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani

far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal Al adfawi Biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani
Biografi lengap Tokoh Islam Syeikh Abdul Qadir Al Jailani
Nama dia yakni Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal Al adfawi. Seoarang ‘ulama bermadzhab Syafi’i yang tinggal di Baghdad.

Kelahiran dan wafatnya ia :
Dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh Al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. Imam Ibnu Rajab menyatakan bahwa Syeikh Abdul Qadir Al Jailani lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga dengan Kailan. Sehingga diakhir nama dia ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy. (Biaografi dia diangkut dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia).
Beliau wafat pada hari Sabtu malam, sehabis maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.

Baca Juga:

Masa Muda Beliau:
Beliau meninggalkan tanah kelahiran, dan merantau ke Baghdad pada saat dia masih muda. Di Baghdad mencar ilmu terhadap beberapa orang ulama’ mirip Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Muharrimi. Beliau berguru sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pertimbangan para ulama’. Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah skala kecil di kawasan yang berjulukan Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau mengorganisir sekolah ini dengan betul-betul . Bermukim disana sambil menawarkan nasehat kepada orang-orang yang ada tersebut. Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar usulan beliau. Banyak orang yang bersimpati terhadap dia, kemudian tiba ke sekolah beliau. Sehingga sekolah itu tidak berpengaruh menampungnya. Maka, diadakan ekspansi

Murid-murid ia :
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama’ populer. Seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Juga Syeikh Qudamah penyusun kitab figh terkenal Al Mughni.

Perkataan ulama ihwal dia :
Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir, dia menjawab, ” kami sempat bertemudengan beliau di final masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sungguh perhatian kepada kami. Kadang dia mendelegasikan putra ia yang berjulukan Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Beliau selalu menjadi imam dalam shalat fardhu.”

  Suku Minangkabau

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bareng beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini dipakai untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin Nubala XX/442). Beliau ialah seorang ‘alim. Beraqidah Ahlu Sunnah, mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak mempunyai karamah-karamah. Tetapi banyak (pula) orang yang menciptakan-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa dongeng-cerita, perkataan-perkataan, pedoman-pemikiran, “thariqah” yang berlainan dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan yang lain.

 

Diantaranya dapat dikenali dari perkataan Imam Ibnu Rajab, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani ialah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syeikh, baik ‘ulama dan para andal zuhud. Beliau banyak mempunyai keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri’ Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir Al Lakh-mi Asy Syath-Nufi. Lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak berjumpa dengan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani) menghimpun dongeng-cerita dan keistimewaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia sudah menulis masalah-kasus yang aneh dan besar (kebohongannya ). Cukuplah seorang itu berdusta, jikalau beliau menceritakan yang beliau dengar. Aku sudah menyaksikan sebagian kitab ini, namun hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali cerita-dongeng yang telah mansyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh ( dari agama dan nalar ), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas. (Seperti dongeng Syeikh Abdul Qadir membangkitkan ayam yang sudah mati, dan sebagainya.) semua itu tidak layak dinisbatkan terhadap Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah. Kemudian aku peroleh bahwa Al Kamal Ja’far Al Adfwi (Nama lengkapnya yakni Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal Al Adfawi. Seoarang ‘ulama bermadzhab Syafi’i. Dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di Kairo.

Biografi beliau dimuat oleh Al Hafidz di dalam kitan Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452.) sudah menyebutkan, bahwa Asy Syath-nufi sendiri tertuduh berdusta atas dongeng-cerita yang diriwayatkannya dalam kitab ini.”(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.). Imam Ibnu Rajab juga berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani rahimahullah mempunyai yang anggun dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah,takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang tepat dengan sunnah.

  Alasan Bangsa Portugis Ingin Menguasai Maluku

Beliau mempunyai kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang populer. Beliau juga memiliki kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan masalah-perkara yang berhubungan dengan saran dari majelis-majelis beliau. Dalam problem-masalah sifat, takdir dan lainnya, beliau berpegang dengan sunnah. Beliau membantah dengan keras kepada orang-orang yang menyelisihi sunnah.” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, ” Dia (Allah ) di arah atas, berada diatas ‘arsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu.” Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadist-hadist, kemudian berkata ” Sepantasnya memutuskan sifat istiwa’ ( Allah berada diatas ‘arsyNya ) tanpa takwil ( menyimpangkan kepada makna lain ). Dan hal itu merupakan istiwa’ dzat Allah diatas arsys.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 515).

Ali bin Idris pernah bertanya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, ” Wahai tuanku, apakah Allah mempunyai wali ( kekasih ) yang tidak berada di atas aqidah ( Imam ) Ahmad bin Hambal?” Maka beliau menjawab, ” Tidak pernah ada dan tidak akan ada.”( At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 516). Perkataan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani tersebut juga dinukilkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al Istiqamah I/86. Semua itu menawarkan kelurusan aqidahnya dan penghormatan ia terhadap manhaj Salaf. Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani yaitu masyarakatkota Jailan. Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada kurun hidup ia.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh selaku berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”

 


Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang asing-abnormal sehingga menawarkan kesan seakan-akan dia mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian menyelesaikan perkataan, “Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama ia.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” 

Tidak ada seorangpun para kibar masyasyeikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak diantara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang tidak mungkin terjadi “. Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil, hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidah beliau ( Syeikh Abdul Qadir Al Jailani ) didalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka saya mengetahui bahwa beliau sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Beliau juga membantah golongan-kelompok Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kalangan lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.). Inilah perihal beliau secara ringkas. Seorang ‘alim Salafi, Sunni, namun banyak orang yang menyanjung dan menciptakan kedustaan atas nama beliau.

  Kata Mutiara Dari Penulis Buku Bawah Umur Yang Mau Memotivasi Hari Kamu

Sedangkan dia berlepas diri dari semua kebohongan itu. Wallahu a’lam bishshawwab. Kesimpulannya dia ialah seorang ‘ulama besar. Apabila sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjung-nyanjungnya dan mencintainya, maka sebuah kewajaran. Bahkan sebuah keharusan. Akan tetapi jikalau meninggi-ninggikan derajat beliau di atas Rasulullah shollallahu’alaihi wasalam, maka hal ini ialah kekeliruan. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasalam adalah rasul yang paling mulia diantara para nabi dan rasul. Derajatnya tidak akan terkalahkan disisi Allah oleh manusia manapun.


Adapun sebagian kaum muslimin yang menyebabkan Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah ( mediator ) dalam do’a mereka. Berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaranya. Ini juga merupakan kesesatan. Menjadikan orang yang meningal selaku mediator, maka tidak ada syari’atnya dan ini diharamkan. Apalagi kalau ada orang yang berdo’a terhadap beliau. Ini yaitu suatu kesyirikan besar. Sebab do’a ialah salah satu bentuk ibadah yang tidak diberikan kepada selain Allah. Allah melarang mahluknya berdo’a kepada selain Allah,

Dan sebenarnya mesjid-mesjid itu ialah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya Disamping ( menyembah ) Allah. ( QS. Al-Jin : 18 )

Jadi telah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ‘ulama dengan sebaik-baiknya, namun tetap dalam batasan yang sudah ditetapkan syari’ah. Akhirnya mudah-mudahan Allah selalu menawarkan isyarat kepada kita sehingga tidak kehilangan arah dalam kehidupan yang sarat dengan fitnah ini. Wallahu a’lam bishshawab

Artikel : Biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani

Sumber : wikipedia