Desa Loano merupakan desa yang mempunyai sejarah panjang sejak periode kerajaan. Loano ialah tanah yang sarat cerita, sejarahnya tertulis semenjak zaman dulu kala. Berawal dari nama Singgelopuro hingga menjadi desa yang dikenal dengan sebutan Loano dikala ini memiliki cerita yang sudah ditulis dan diceritakan dari kala ke periode.
Pada sekitar kala ke-13 Masehi sudah bangkit kadipaten Loano. Nama Loano ini bermula dari dongeng perjalanan Ki Betoro Loano yang mengembara hingga sampai ke pinggir Kali Bogowonto.
Alkisah “Babad Tanah Loano” menjadi sering membumi bagi penduduk Loano. Kisah yang paling menarik dari cerita Babad Tanah Loano adalah dikala Pangeran Anden Loano putra betoro Lowano menikah dengan Retno Marlangen yang berasal dari Majapahit, ternyata tidak mendapat daerah di hati Pangeran Joyokusumo. Kehidupan puteri yang sudah menikah ini singkat dongeng diganggu oleh pangeran ini. Hingga pada akibatnya antara Pangeran Anden Loano dengan Pangeran Jaya Kusuma menjadi panas sampai pada perang tanding, sampai Pangeran Anden Loano mengalami kekalahan. Pertarungan ini berlanjut sampai pada turun tangan dari Ki Betoro Loano. dan akhir dari pertikaian itu istilah loano menjadi diketahui , karena perdamaian hati antara keduanya terjadi di bawah pohon lo, loano sendiri dari kata kata di bawah pohon lo mereka bersapa dlm bahasa jawa sapa ialah wanoh, lo wanoh.
Adipati Loano ialah:
Kyai Ageng Bethoro Loano
Anden Loano I,
Anden Loano II,
Kanjeng Gusti Lowano,
Tumenggung Gagak Pranolo I,
Tumenggung Gagak Pranolo II,
Tumenggung Gagak Pranolo III,
Tumenggung Gagak Kumitir I,
Tumenggung Gagak Kumitir II
R.Ngabehi Gagak Handoko.
Sejarah Mudal Rejo
Salah satu wilayah Kadipaten Singgelo (Loano) ialah desa Mudalrejo. Desa Mudalrejo adalah sebuah desa yang kondusif dan tentram alasannya memiliki sesepuh atau penasehat desa yang bijak berjulukan Ki Hanggabaya.
Ki Hanggabaya mempunyai saudara yang dikenal sakti yang bernama Ki Simbarjoyo. Ki Simbarjoyo, emmpunyai beberapa pusaka yaitu keris, tombak, dan tongkat. Namun, dari ke tiga pusaka milik Ki Simbarjoyo yang paling sering dipakai untuk perang adalah suatu tombak yang berjulukan Tombak Kyai Tundung Mungsuh. Ki Simbarjoyo memiliki sebuah padepokan yang berada di kawasan Geger Menjangan.
Ontran-ontran dari gunung Tidar
Kita tinggalkan sejenak wacana keadaan daerah Singgelo. Nun Jauh di sana, tepatnya di hutan gunung Tidar ( belum ada nama Magelang ), hiduplah gerombolan penyamun yang dipimpin oleh Ki Simalodra. Ki Simalodra yaitu seorang kepala pramp0k yang dikenal sakti mandraguna pilih tanding. Namun, dia mempunyai moral yang kejam dan gemar menghabisi korban rampokan.
Mendengar perihal kekayaan Kadipaten Singgelo, Ki Simalodra bermaksud untuk mengadakan rampasan di suatu desa pinggiran daerah Kadipaten Singgelo. Dengan penyusunan rencana yang masak, risikonya gerombolan p3ramp0k dari Tidar ini sukses menjarah harta kekayaan desa tersebut. Warga desa yang melawan, seluruhnya dib*nuh tanpa sisa. Para wanita warga desa, diculik dan dijadikan pemuas hawa nafsu apra p3ramp0k Tidar. Sedangkan para perjaka, dipaksa dan dijadikan pengikut Ki Simalodra. Pemuda yang menolak, dihabisi tanpa syarat.
Perang tanding antara Tumenggung Handakara dan Simalodra.
Berita tentang Simalodra didengar oleh Adipati Singgelo sehingga membuat suasan Kadipaten Singgelo menjadi gundah dan tak aman. Lalu, Adipati Singgelo sowan ke Kerajaan Majapahit dan melaporkan peristiwa tersebut. Saat itu, kerajaan Majapahit dipimpin oleh Raja Brawijaya . Atas mandat Brawijaya , diutus seorang mantan senopati dan juga merangkap sebagai Tumenggung, bernama Tumenggung Handakara.
Sebagai wujud darma bakti kepada kerajaan, Tumenggung Handakara menyatakan kesiapannya untuk membasmi semua durjana-berandal Tidar yang sudah mengacaukan Kadipaten Singgelo. Lalu, Tumenggung Handakara secepatnya menyiapkan semua prajuritnya untuk secepatnya menuju gunung Tidar.
Namun, info tentang planning penyerangan tentara Majapahit ke Tidar sudah didengar oleh Simalodra. Dengan seni manajemen cerdas, Simalodra pun menyongsong kehadiran para tentara Majapahit dengan menyelenggarakan pengepungan di hutan Margoyoso dan terjadilah perang antara tentara Majapahit dengan gerombolan cecunguk Tidar.
Namun, prajurit Majapahit ternyata tidak menandingi kekuatan pasukan cecunguk Tidar sehingga mengalami kekalahan. Saat itu pula, terjadi perang tanding antara Tumenggung Handakara dengan Simalodra. Pada awal mula, perang tanding antara kedua orang sakti tersebut sepadan kekuatan.
Akan namun, karena aspek usia dimana Simalodra yaitu lebih muda, otomatis jiwa, semangat dan kekuatan pun lebih dibanding Tumenggung Handakara. Pedang Simalodra sukses merobek perut Handakara sehingga t3waslah tumenggung yang setia pada kerajaan Majapait tersebut.
Yel-yel dan teriak kemenangan begitu riuh dari verbal-lisan gerombolan p3ramp0k TIdar sehingga kian semrawut barisan prajurit Majapahit, terlebih pimpinan perang sudah t3was. Akhirnya, para tentara majapahit saling melarikan diri, dan jenasah Tumenggung Handakara dibawa ke Kadipaten Singgelo. Untuk mengingat jasa, Tumenggung Handakara dimakam di pekuburan Danyangan, letaknya berada di dekat PDAM Mudalrejo.
Ki Hanggabaya melawan Simalodra.
Berita t3wasnya Tumenggung Handakara menciptakan Kadipaten Singgelo merasa kehilangan seorang prajurit setia dari Kerajaan Majapahit sehingga membuat Ki Hanggabaya merasa ingin memperlihatkan darma bakti terhadap kerajaan dan kadipaten yang selama ini memperlihatkan kebaikan terhadap dirinya. Timbul niat dalam hati Ki Hanggabaya untuk menumpas gerombolan p3ramp0k Tidar.
Betapa bahagia hati Adipati Singgelo mendengar niat Ki Hanggabaya untuk menumpas komplotan penyamun TIdar. Maka, diberikan beberapa tentara Kadipaten Singgelo untuk menolong Ki Hanggabaya. Dengan tunjangan 40 prajurit pilih tanding, pasukan Hanggabaya secepatnya menuju Tidar.
Saat itu, Simalodra sedang menikmati hasil rampokan dan beristirahat di sebuah pohon Lo. Tiba-tiba, tiba seorang anak buah yang memberitakan adanya pasukan dari Kadipaten Singgelo menuju Tidar. Lalu, dikumpulkan anak buah Simalodra dan menentukan strategi perang dengan mengepung barisan serdadu Kadipaten Singgelo di hutan Margayasa.
Ketika pasukan Hanggabaya hingga ditujuan, situasi sepi. Tiba-datang, muncul gerombolan Simalodra yang tiba dari semak-semak hutan segala arah, mengepung pasukan Hanggabaya, terjadilah perang tanding antara serdadu Singgelo dengan gerombolan Tidar. Namun, lagi-lagi kekuatan gerombolan Tidar berada di atas kekuatan tentara Singgelo dan menjadikan beberapa prajurit t3was di kawasan. Begitu juga di pihak Simalodra, banyak anak buah yang t3was oleh sepak terjang Ki Hanggabaya.
Dengan sekali loncat, Simalodra eksklusif berhadapan dengan Hanggabaya dan terjadilah perang tanding antara keduanya. Kondisi fisik Simalodra memang sungguh besar lengan berkuasa dan tangkas dalam perang sehingga dalam sementara waktu perang, Hanggabaya terdesak mundur. Ayunan pedang dari Simalodra berhasil melukai tangan Hanggabaya. Disaat lengah karena kekuatan tubuh tak imbang, pedang Simalodra berhasil menusuk dada Hanggabaya, t3waslah seorang sesepuh desa Mudalrejo dan sosok tentara Singgelo yang setia.
Lalu, dibawa jenasah Ki Hanggabaya kembali ke Singgelo dan dimakamkan di desa Mudalrejo di dukuh Onggopaten yang letaknya tak jauh dari makam Ki Hanggabaya. Dukuh Onggopaten, posisinya berada di sebelah selatan PDAM Mudalrejo, atau pemandian Simbarjoyo.
Ki Simbarjoyo Mengamuk, Menantang Tanding Perang Untuk Simalodra.
Berita akhir hayat Ki Hanggabaya hingga ke daerah Geger Menjangan dan membuat marah saudaranya, yaitu Ki Simbarjoyo. Sifat jelek Ki Simbarjoyo yaitu mudah marah, dan sedikit agak sombong. Dengan memegang tombak Kyai Tundung Mungsuh, Ki Simbarjoyo sesumbar, bahwa ia sangat optimis dapat menghabisi dan tak akan mundur sebelum tombaknya menembus dada Simalodra.
Nyali Ki Simbarjoyo bisa dikatakan tinggi, ia mengunjungi gerombolan p3ramp0k Tidar seorang diri, tanpa mau dibantu oleh murid-muridnya. Tentu saja ini tanpa rencana sehingga pihak lawan tidak memahami kedatangan Ki Simbarjoyo. Ini yakni sebuah seni manajemen tersendiri bagi Simbarjoyo. Selain itu, Ki Simbarjoyo merasa sungguh sakti dan mampu membasmi gerombolan p3ramp0k Tidar dengan tangan sendiri dan tombak Kyai Tundung Mungsuh.
Singkat kisah, sampailah Simbarjoyo di daerah persembunyian gerombolan Simalodra, yaitu di hutan Margoyoso, suatu hutan perbatasan antara Kadipaten Singgelo dan Tidar ( Magelang ). Saat itu, anak buah Simalodra sedang bersenang-senang menikmati jarahan, hasil m3ramp0k desa lain. Tanpa banyak dialog, Ki Simbarjoyo pribadi mengamuk dan mengayunkan tombak Tundung Mungsuh ke anak buah Simalodra.
Meskipun dikeroyok, Simbarjoyo tidak mundur bahkan berada di atas angin. Banyak anak buah Simalodra yang t3was ditusuk tombak Simbarjoyo. Saat itu, Simalodra berada di daerah lain. Sambil mengamuk dan mengayunkan tombak, Simbarjoyo berteriak ” Mana Simalodra !!”.
Salah satu anak buah p3ramp0k berhasil melarikan diri berupaya menemui Simalodra. Dengan luka parah, anak buah p3ramp0k melaporkan keadaan hutan Margoyoso. Segera Simalodra cancut taliwondo, menuju kawasan pertempuran dan sekali lompat, Simalodra langsung berhadapan dengan Simbarjoyo.
Suara deru antara pedang Simalodra dan tombak Simbarjoyo sangat membisingkan telinga. Dari kedua pihak, tampaknya sama-sama sakti dan sama besar lengan berkuasa. Namun, tombak Tundung Mungsuh menjadi patah terkena sabetan pedang Simalodra. Dengan keadaan lengah, tendangan Simalodra mendarat ke dada sehingga Simbarjoyo terpelanting jauh masuk jurang, dan akhirnya jatuh ke suatu gerojokan di hutan Margoyoso, di anutan sungai Bogowonto.
Akhir suatu perjalanan Simalodra.
Salah satu saudara Ki Simbarjoyo, yakni Ki Honggopati. Beda orang, beda sifat. Ki Honggopati yaitu seorang yang ramah dan sabar. Mendengar informasi kekalahan dari Simbarjoyo, Honggopati merasa telah saatnya untuk turun gunung dan menumpas p3ramp0k Tidar. Niatnya bukan untuk bela kerabat, namun Ki Honggopati memiliki niat bela negara dan ingin melindungi warga desa dari ganasnya berandal Tidar.
Kemudian, Ki Honggopati mengundang para cantrik dan murid-muridnya untuk menemani saat perang melawan Simalodra. Para murid dan cantrik sangat oke dan mendukung perjuangan Ki Honggopati, dan bersiap-siap menuju lembah gunung Tidar.
Singkat cerita, belum sampai ke Margoyoso, para p3ramp0k ternyata telah berada di loano. dan bertemulah pasukan Honggopaten dan gerombolan Simalodra di sebelah utara Loano sehingga terjadi perang. Tombak trisula Honggopaten yang dipegang Ki Honggopati sukses menciptakan luka dan menghabisi banyak kawanan p3ramp0k. Melihat insiden itu, Simalodra secepatnya melompat dan menghadang sepak terjang Honggopati, terjadilan perang tanding.
Antara Honggopati dan Simalodra sama-sama berpengaruh dan sebanding. Keduanya sama-sama lincah dan saling menangkis serangan. Namun, kelincahan Simalodra berada di bawah ketrampilan perang Honggopati. Sebuah tusukan trisula honggopaten sukses menusuk perut Simalodra, sehingga terburai dan keluar usus Simalodra. T3waslah telah kepala p3ramp0k yang sakti itu. Tak hanya Simalodra, semua anak buah p3ramp0k Tidar yang berjumlah 40 dibunuh semua, tanpa sisa.
Sorak-sorai tentara Honggopaten menyerukan bunyi kemenangan. Lalu, 40 orang p3ramp0k Tidar di kuburkan dalam satu lobang, atau di kalong sehingga daerah tersebut kini berjulukan dukuh Kalongan. Dukuh Kalongan berada di sebelah timur PDAM Mudalrejo, di pinggir kali Kodil.
Asal mula PDAM Mudalrejo dan pemandian Simbarjoyo
Setelah mengalami kekalahan dan dengan keadaan terluka dalam, Simbarjoyo berupaya pulang ke desa Mudalrejo dan merenungi kesombongannya selama ini. Lalu, dia pergi ke kaki gunung Sumbing untuk bertapa. Selang bertahun-tahun berlalu, Simbarjoyo pulang ke Mudalrejo. Saat pulang, ia mendapatkan sumber mata air yang menyembur sangat jernih. Kemudian, ia berkata pada murid-muridnya bahwa mata air tersebut diberi nama mata air Mudal. Sedangkan dukuhnya diberi nama dukuh Simbarjoyo. Setelah wafat, Ki Simbarjoyo dimakamkan bersahabat mata air, tepatnya sebelah utara.
Oleh pemerintah Hindia Belanda, mata air Simbarjoyo dirubah menjadi pemandian Simbarjoyo. Maka, semakin gemah ripah loh jinawi kondisi dukuh Simbarjoyo dengan adanya mata air dan pemandian Simbarjoyo. Namun, pada sekitar tahun 1980, pemandian Simbarjoyo dirubah oleh Pemerintah Indonesia menjadi PDAM yang bisa menawarkan air ke beberapa desa di Purworejo, bahkan sampai ke kota Purworejo.