Lanjutan dr Inilah Tawasul yg Disyariatkan & yg Dilarang (Bagian 3)
Pendapat kedua, kelompok yg menyatakan bahwa bolehnya bertawasul dgn kedudukan seseorang itu hanya khusus bagi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Maksudnya, seseorang berdoa, “Ya Allah, gue bertawasul terhadap-Mu dgn kedudukan Nabi-Mu supaya kau-sekalian mempermudah segala urusanku.”
Pendapat ini dianut oleh Abu Muhammad Izzuddin bin Abdussalam.
Pendapat ketiga, kelompok yg menyatakan bahwa boleh bertawasul pada Allah dgn kedudukan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam & orang-orang shalih dgn tetap meyakini bahwa yg berhak memberikan manfaat & kemudaratan pada para hamba hanya Allah Ta’ala semata.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Asy-Syaukani dlm kitab Tuhfah Adz-Dzakirin.
Setelah menyaksikan argumen yg disampaikan oleh ulama yg menganut tiga pendapat tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pendapat pertamalah yg lebih kuat dibandingkan dua pertimbangan lain.
Sebab, pendapat pertama lebih berhati-hati untuk menjaga segi tauhid & menghindarkan seseorang dr perbuatan yg melampaui batas kebenaran & pengultusan terhadap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam di luar koridor syariat.
2. Bertawasul dgn dzat makhluk.
Bertawasul dgn dzat makhluk tak boleh, karena jika mengatakan atawassalu ilaika bi… (saya bertawasul kepada-Mu dengan…), bila abjad ba` (dengan) itu fungsinya untuk sumpah, maka bermakna bersumpah dgn nama makhluk atas Allah.
Jika bersumpah dgn makhluk atas makhluk saja tak boleh karena termasuk syirik sebagaimana dijelaskan dlm hadits, apalagi jikalau bersumpah dgn makhluk atas Allah Sang Pencipta?
Jika karakter ba` tersebut berfungsi sebagai sababiyah (untuk menjadi sebab) maka Allah tak pernah menjadikan perilaku meminta pada makhluk selaku sebab untuk terkabulnya doa, tak pernah pula Allah menyuruh hal itu pada para hamba-Nya.
Sehingga, perbuatan tersebut tergolong bid’ah dlm urusan agama. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yg melaksanakan suatu amalan yg tak kami perintahkan, maka ia tertolak.” (HR. Muslim & Ahmad).
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pula bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yg melaksanakan hal-hal yg gres dlm permasalahan (agama) kami ini yg bukan cuilan darinya, maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, & Ahmad).
Semoga Allah menunjuki kita untuk melakukan amalan-amalan shalih yg diridhai-Nya. Aamiin.
[Abu Syafiq/Wargamasyarakat]