Suatu Kondisi yang Pernah Membuat Sahabat Nabi Enggan Beramal Shalih

Di balik kemuliaan & kelebihannya, para sahabat Nabi adalah insan biasa seperti kita. Bedanya, mereka mempunyai segudang prestasi, limpahan kebaikan, & contoh yg amat patut disertai. Keburukan dlm diri mereka tenggelam, & tak layak dibesar-besarkan oleh siapa saja generasi setelahnya.

Maka golongan yg hobi mencaci maki para teman, mereka dihukumi sesat & tak pantas menjadi serpihan dr umat yg mulia ini.

Dalam rangkaian perang Khandaq yg strateginya dicetuskan oleh teman mulia Salman al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu dr Persia, kaum Muslimin diramalkan akan final. Jumlah sedikit, dikepung dr banyak sekali segi, diserang dr dlm dgn pemberontakan. Jika bukan alasannya adalah Pertolongan Allah Ta’ala yg menurunkan malaikat & ketajaman insting strategi perang, kaum Muslimin tak mampu berharap banyak.

Kondisi makin parah saat Madinah dicekam cuaca ekstrim. Sedikitnya bahan kuliner menjadi soalan utama. Bahkan, Nabi yg sangat mulia derajatnya itu harus mengganjal perutnya dgn batu. Demi menahan lapar.

Ditambah lagi dgn momen tatkala sahabat Nabi enggan berzakat, padahal mereka sungguh terkenal dgn gegas dlm kebaikan, terjadi di malam hari. “Adakah yg bersedia mencari berita perihal lawan & melaporkannya kepadaku?” tawar Nabi dgn lembut, tetapi bertenaga. Bukan tanpa imbalan, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam melanjutkan, “Praktis-mudahan Allah Ta’ala menimbulkan ia (yang akan menjadi intelejen kaum Muslimin) bersamaku pada Hari Kiamat.”

Biasanya,  para teman berebut. Sedianya, mereka bergegas sebelum diperintah. Tapi malam itu, semuanya membisu. Tidak ada yg menyahut, bahkan condong berdiam, enggan ditunjuk.

Lalu, sang insan mulia ini menyebut suatu nama. “Bangkitlah,” seru Nabi yg mulia, “wahai Hudzaifah. Carilah informasi (tentang musuh) & laporkanlah kepadaku.”

  Laki-laki yang Baru Masuk Islam Ini Tak Mau Beri Selimut pada Tamu

Disebut namanya, meski terlalu banyak argumentasi manusiawi untuk enggan atau berargumentasi, Hudzaifah bin Yaman secepatnya bergegas. “Tidak boleh tidak,” tutur Hudzaifah, “aku harus berdiri alasannya dia menyebut namaku.”

Hudzaifah pun bergegas. ia menenteng perintah Nabi untuk tak melakukan apa pun, selain memata-matai. Maka tatkala ia memiliki potensi membunuh Abu Sufyan di malam yg dinginnya mencekam itu, Hudzaifah tetap teguh. Baginya, perintah Nabi haram dilanggar.

Inilah sekilas fragmen fantastis tentang ketaatan murni pada pemimpin yg taat pada Allah Ta’ala. Dan menjadi lain kalau sang pemimpin, ternyata justru melanggar ajakan-Nya.

Kira-kira, jikalau kita berada di sana, adakah kita bergegas menyambut permintaan Nabi? Sedangkan kini, hujan sedikit saja, kita amat malas beranjak ke masjid & majlis taklim dgn ragam alasa yg diada-adakan.

Wallahu a’lam. [Pirman/Wargamasyarakat]