Teori Lengkap, Definisi Dan Pengertian Manajemen

BAB I
MENGENAL MANAJEMEN
1.1. DEFINISI DAN PENGERTIAN MANAJEMEN
Manajemen mampu didefinisikan dalam banyak sekali versi, dari yang singkat sampai yang rinci, namun intinya tetaplah sama, adalah proses mengelola dan melakukan aktifitas-aktifitas pekerjaan semoga dituntaskan sesuai yang diharapkan. Definisi yang singkat contohnya menurut Chung dan Megginson (1981) administrasi didefinisikan sebagai ;”the process of getting the job done”(Chung & Megginson: 1981), yang dengan demikian bisa mempunyai arti bahwa proses mengurus sebuah pekerjaan agar terealisasi sesuai yang diperlukan mungkin pula diterapkan secara individu.
Definisi yang agak rinci menyatakan bahwa administrasi ialah “the arts of getting things done through people (seni dalam menuntaskan sesuatu melalui orang lain), yang artinya upaya penyelesaian pekerjaan baru mampu disebut selaku manajemen apabila menyertakan orang lain. Dan yang lebih rinci lagi adalah “management as the process of coordinating work activities so that they are completed efficiently and effectively with and through other people (Robbins et all: 2003).
Definisi lain yang sangat rinci menyebutkan “management as the attainment of organisational goals in an effective and efficient manner through rencana, organizing, leading and controlling organizational resources” (Samson dan Daft 2004), mereka bahkan menegaskan bahwa pengelolaan penggunaan sumber daya organisasi untuk meraih tujuan dan tampilan terbaik ini bersifat universal, yang dengan demikian mempunyai arti bahwa fungsi-fungsi administrasi adalah sama dimana saja dan kapan saja pada seluruh jenis organisasi.
Definisi atau pengertian mana yang paling tepat ? terserah anda alasannya keseluruhannya mengandung inti pokok yang serupa, yaitu:
  • manajemen yakni sebuah kecakapan yang membutuhkan nalar dan naluri (akhirnya mampu dipelajari sebagai sebuah ilmu dan dipraktekkan selaku seni) dalam mengorganisir aktifitas-aktifitas pekerjaan untuk meraih tujuan.
  • Pengelolaan aktifitas-aktifitas dimaksudkan untuk mengefisiensikan penggunaan sumberdaya dalam pencapaian tujuan (efektif).
  • Agar aktifitas-aktifitas pekerjaan tersebut terealisasi secara efisien dan efektif maka harus diatur melalui proses penyusunan rencana, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian.
Sementara itu dari uraian wacana mengapa manajemen diharapkan serta pemahaman administrasi maka dapat diuraikan tiga argumentasi pentingnya manajemen yakni:
  1. Untuk meraih tujuan, baik tujuan organisasi maupun eksklusif.
  2. Untuk mencapai keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling berlawanan mengenang organisasi terdiri dari unsur-komponen yang terkadang memiliki interest serta kebutuhan yang berlainan pula
  3. Untuk meraih efisiensi dan efektivitas (Handoko 1994)
I.2. MANAJEMEN SEBAGAI ILMU DAN SENI
Manajemen yakni suatu ilmu sekaligus seni. Manajemen selaku ilmu memberikan bahwa upaya pencapaian tujuan-tujuan administrasi dikerjakan dengan menerangkan fenomena-fenomena dan tanda-tanda-tanda-tanda manajemen serta mentransformasikan dan mengidentifikasikan proses manajemen tersebut menurut wawasan-pengetahuan yang terorganisasi (ialah ilmu) atau kaidah-kaidah ilmiah. Menurut Luther Gullick, manajemen sudah menyanggupi patokan selaku ilmu karena telah dipelajari untuk waktu yang lama dan telah diorganisasikan menjadi sebuah rangkaian teori yang sudah teruji kebenarannya dalam praktek. Inti relasi antara teori dan praktek ini ialah bahwa setiap praktek manajemen mesti didasarkan pada prinsip-prinsip teori dengan keterkaitan.
Manajemen selaku seni mempertimbangkan faktor kontekstual dalam pengaplikasiaan kaidah-kaidah ilmiah dalam ilmu manajemen. Hal ini berdasarkan realita bahwa prinsip manajemen yang sama bisa menghasilkan output yang berlainan pada situasi (realita simpel) yang berlainan, jadinya di butuhkan sebuah ‘seni’ untuk meraih efisiensi dan efektivitas dalam manajemen. Seni yaitu kecakapan (know how) untuk meraih hasil aktual yang dikehendaki. Selain itu seni dikenal selaku usaha manusia yang paling inovatif (Koontz dkk, 1994: 6)
Ciri-Ciri Manajemen Sebagai Seni
  • Kesuksesan pencapaian tujuan dipengaruhi dan disokong oleh sifat-sifat dan bakat para manajer
  • Melibatkan komponen naluri, intuisi, perasaan dan intelektual berdasarkan pengalaman
  • Faktor penentu keberhasilan adalah kemampuan konseptual, kekuatan pribadi yang kreatif, komunikasi interpersonal dan skill.
Produktivitas sebuah seni selalu didasari oleh pemahaman akan ilmu yang mendasarinya dengan demikian terang bahwa antara ilmu dan seni dalam administrasi bersifat saling melengkapi dan bukan sebaliknya saling berlawanan.
I.3. MANAJEMEN SEBAGAI SARANA MENCAPAI EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI
Mengapa administrasi diharapkan? Apakah ada beda pencapaian tujuan antara organisasi yang menerapkan administrasi dengan organisasi yang asal berlangsung (misalnya organisasi Karang Taruna – yang disusun dan dikontrol dengan baik dan yang disusun asal terpenuhi unsur kepengurusannya) ? Tanpa perlu pembuktian ilmiah, cuma memakai common-sense sekalipun, kita dapat menebak perbedaan alhasil. Yang memakai administrasi pasti akan lebih gampang meraih maksudnya sekaligus akan lebih efisien dalam penggunaan sumberdayanya; sementara yang tanpa manajemen mungkin bisa mencapai tujuan tetapi tidak efisien, atau bahkan tidak mampu meraih maksudnya. Maksimalitas/optimalisasi pencapaian tujuan organisasi lewat cara-cara yang Efisien dalam penggunaan sumberdaya yaitu tujuan dari penerapan administrasi.
Konsep efisiensi dan efektivitas ialah dua desain utama dalam administrasi yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja (Performance atau performa). Konsep efektif dan efisien menurut Peter. F Drucker.
KONSEP EFEKTIF DAN EFISIEN
EFEKTIF EFISIEN
  1. Berkaitan dengan tingkat dimana sebuah organisasi meraih tujuannya (Concerns with the degree to which the organisation achieves its goals)
  2. Berkaitan dengan cara bagaimana meraih sesuatu tujuan (Concern with means of getting things done)
  3. Merujuk pada tujuan akhir (Refers with ‘ends’ or the attainment of organisational goals)
  4. Merujuk pada rasio antara input dan output yakni “getting the most output from the least amounts of inputs” atau penggunaan input atau sumber daya (raw materials, money, and people) yang seminimal mungkin untuk meraih hasil yang diinginkan.
  5. Mengerjakan pekerjaan yang benar atau tepat (Do the right things)
  6. Mengerjakan pekerjaan dengan benar atau tepat (Do the things right)
Manajemen dipelajari, diterapkan, diuji, dipertanyakan, semua dalam kaitan supaya tujuan organisasi dapat diraih seoptimal mungkin dengan cara yang semudah mungkin. Kendati desain efesien relatif niscaya, namun ukurannya bisa menjadi relatif manakala dikaitkan dengan tujuan yang berganti. Pada kala awal manajemen dipelajari, tujuan organisasi selalu berkaitan dengan pencapaian laba atau produktifitas yang sebesar-besarnya, namun pada periode kini tujuan organisasi makin bermacam-macam sehingga pendekatan administrasi sekaligus desain efisiensi juga mengalami pergantian : bukan sekedar rasio antara input dan output yang terlihat dan terukur.
BAB II
PENDEKATAN-PENDEKATAN UTAMA DALAM ILMU MANAJEMEN
II.1. SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN MANAJEMEN SEBAGAI DISIPLIN ILMU
Disadari atau tidak manajemen telah hadir dalam kehidupan manusia sejak tumbuhnya kebutuhan untuk ’bekerjasama’ meraih tujuan. Apapun dasar dari ‘koordinasi’ tersebut, namun sejarah membuktikan bahwa manajer telah hadir semenjak manusia memutuskan untuk memposisikan sebagian dari lainnya sebagai ‘bawahan’nya untuk meraih tujuan yang diinginkannya. Rekam jejak sejarah kuno bangsa Roma dan Mesir contohnya, menawarkan adanya pengorganisasian dalam pembangunan kuil atau istana yang dikerjakan oleh penguasa pada para budaknya. peninggalan fisik tersebut menggambarkan adanya aktifitas yang terorganisir dan bertahap di masa lalu yang dikala ini dinamakan manajemen.
Sekalipun praktek manajemen telah dikerjakan sangat lama, namun selaku kajian ilmiah yang terus dikembangkan gres dimulai pada abad ke 20 atau pada tahun 1950-an. Pada tahun 1776 Adam Smith menerbitkan sebuah doktrik ekonomi klasik yang memperkenalkan ide pembagian kerja semoga menjadi lebih rinci dan berulang. Pada kala-18 itu pula terjadi Revolusi Industri yang bermula dari Inggris sampai ke Amerika. Revolusi Industri bermaksud biar dapat menekan ongkos bikinan seefisien mungkin dan dengan hasil bikinan yang jauh lebih banyak (mass production) dengan mengambil alih tenaga insan dengan tenaga mesin (advance of machine power), yang ditunjang pula dengan metode angkutanyang efisien (efficient transportation). Revolusi Industri serta teori ekonomi klasik Adam Smith telah memberi dasar pada aplikasi administrasi, kendati dari sisi keilmuan belum berkembang.
Teori Manajemen gres tumbuh pada permulaan kurun 19 yang dipelopori oleh Robert Owen dan Charles Babbage, dan Henry P. Towne dengan hadirnya teori administrasi yang membahas beberapa hal yang kini diketahui selaku bagian dari manajemen terbaru Dalam teorinya Robert Owen menekankan perlunya sumber daya insan (SDM) dan kesejahteraan pekerja dalam sebuah organisasi. Menurutnya dengan memperbaiki kondisi pekerja, tidak cuma memperbaiki mutu hidup mereka selaku pekerja tetapi dapat mengembangkan 50-100% produktivitas organisasi (Bartol 1996). Sedangkan Charles Babbage (1792-1871) menekankan pentingnya efisiensi dalam kegiatan Produksi, terutama dalam penggunaan kemudahan dan material produksi. Sementara itu Towne menekankan pada pentingnya manajemen selaku ilmu dan pentingnya berbagi prinsip-prinsip administrasi.
Pada masa-periode selanjutnya kajian atas manajemen selaku ilmu mulai meningkat dengan aneka macam teori dan pendekatan. Perkembangan Teori Manajemen hingga ketika ini tampak pada gambar di atas.
2. 2. ALIRAN KLASIK
Aliran Klasik dicirikan oleh upaya para perintisnya untuk mengidentifikasikan fungsi-fungsi manajemen yang bersifat universal serta untuk memutuskan prinsip-prinsip dasar manajemen. Henry Fayol merupakan salah seorang pionirnya di Prancis pada tahun 1900 dan diketahui meluas sesudah tulisannya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1949. Fayol mengidentifikasikan 5 fungsi universal dalam manajemen, yaitu : Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controling.
Tokoh-tokoh lain juga mengidentifikasikan proses administrasi yang nyaris serupa dengan ide Fayol tetapi dengan perumpamaan yang berlainan, misalnya Luther Gulick pada tahun 1937 dengan POSDCORBnya (singkatan dari Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinanting, Reporting dan Budgeting). Dari aneka macam buku administrasi lain, pasti juga akan kita jumpai hal yang sama.
Selain proses dan fungsi administrasi, tokoh-tokoh anutan klasik juga menghasilkan prinsip-prinsip manajemen, contohnya Lyndall Urwick pada tahun 1943 dalam bukunya Elements of Administration mengemukakan ada duapuluh empat (24) prinsip-prinsip administrasi dan administrasi yang berlaku universal. Beberapa diantaranya ialah prinsip-prinsip : Kesatuan Perintah, Batas rentang Kendali; Kesatuan Arah, Pembagian Kerja; Pembagian Fungsi; Pendelegasian wewenang; keseimbangan tanggung-jaawab dan wewenang; dll. Sekalipun kemudian baik fungsi maupun prinsip-prinsip manajemen ini tidak terbukti berlaku universal, namun cukup menunjukkan kerangka teoritik yang berfaedah dalam mempelajari administrasi dalam sudut pandang apapun. Yang termasuk dalam golongan Aliran Klasik ini yakni:
a. Pendekatan Scientifiec Management yang dipelopori oleh Frederick W. Taylor pada tahun 1911 dalam bukunya yang fenomenal The Principles of Scientifiec management yang mengemukakan teknik-teknik dalam studi perihal gerak dan waktu; standarisasi; penyusunan sasaran, dll yang secara dramatis memajukan produktifitas dan efisiensi industri periode itu. Selain Taylor, tokoh lain ialah Frank Gilbreth & Lillian Gilbreth (suami sitri yang meneliti wacana gerakan tubuh dalam bekerja. Mereka menemukan bahwa agar tercapai efisiensi dan produktifitas yang tinggi, maka ada gerakan-gerakan tertentu yang perlu dikerjakan dan yang tidak boleh dilaksanakan ketika melaksanakan pekerjaan tertentu) dan Henry L Gantt (dengan Bagan Gantt yang samapai ketika ini masih digunakan dalam skema perencanaan dan pengendalian buatan).
b. Pendekatan Manajemen Administrasi. Tokoh khususnya yakni Henry Fayol dan Alfred F. Sloan, Max Weber. yang dari karya mereka diperoleh dasar-dasar penyusunan organisasi profit dan organisasi non profit (Birokrasi). Henry Fayol berdasarkan pengalamannya mengurus industri pertambangan di Perancis, mengemukakan 14 Prinsip-prinsip Manajemen yang sampai ketika ini masih dianggap berhubungan (walau tidak bersifat universal). Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah :
  • Pembagian Kerja
  • Wewenang dan Tanggung-jawab
  • Disiplin
  • Kesatuan Komando
  • Kesatuan Arah
  • Mengutamakan kepentingan organisasi dibanding kepentingan kalangan/pribadi
  • Upah dan gaji menurut prinsip yang adil dan disepakati oleh pekerja dan pemberi kerja, dlsb.
c. Birokrasi oleh Max Weber pada akhir tahun 1800an mengemukakan perlunya suatu organisasi yang bersifat formal, impersonal dan yang dilandasai aturan main yang terperinci; yang kemudain menjadi dasar organisasi birokrasi. Dasar-dasar ini yang kemukakan selaku berikut : 
  • A Well-defined Hirarchie : Adanya Susunan Hirarchie yang jelas
  • Division of work and Specialization ;Adanya Pembagian kerja yang Jelas dan keutamaan
  • Rules and Regulations :Adanya aturan dan aturan yang terperinci
  • Impersonal-Relationship Hubungan yang impersonal antara pimpinan dengan bawahan
  • Competence :Kompetensi merupakan dasar memilih karyawan
  • Records : Adanya catatan perihal aktifitas organisasi yang dipelihara
Meski sama-sama dikatagorikan dalam fatwa klasik, yang membedakan antara pedoman Admininstrative Management dengan Scientific Management adalah lokusnya : Pendekatan Administrative Management konsentrasi pada administrasi organisasional secara utuh, sementara pendekatan Scientifiec management fokusnya pada metoda operasionalisasi organisasi, khususnya bab bikinan.
Mary Parker Follett memiliki ajaran yang berlainan dengan orang yang semasanya. Follett menyatakan bahwa karyawan seharusnya dilibatkan dalam pengambilan keputusan, bukan dianggap mirip robot; bahwa karyawan selaku insan yaitu komponen yang lebih penting dari pada segala teknik administrasi yang bertumpu pada sektor buatan. Kendati pada masanya pedoman Follet tidak digubris, tetapi dikemudian hari dikala sejarah berputar, ia dianggap selaku salah satu pendorong tumbuhnya pedoman sikap.
2. 3. ALIRAN PERILAKU
Perkembangan pedoman pemikiran sikap khususnya didorong oleg 3 sebab : 
  • Memudarnya abad keemasan revolusi industri dengan buatan massalnya yang lalu menjadikan perekonomian mengalami Depresi Besar;
  • Pembentukan organisasi Serikat Buruh yang kemudian diakui haknya oleh Konstitusi AS;
  • Studi Hawthorne oleh Elton Mayo dan kawan-kawan.
Sejarah terus bergulir, bila abad keemasan bikinan massal menjadi pendorong tumbuhnya studi awal Manajemen hingga tahap ditemukannya aplikasi manajemen secara ilmiah, maka kala keruntuhan industri massal juga menjadi penyebab ditinggalkannya pendekatan tersebut (yang kemudian disebut sebagai anutan klasik). Seperti layaknya siklus kehidupan, bikinan massal yang berlimpah akhirnya tak lagi bisa diserap oleh pelanggan, padahal investasi yang sangat besar telah kadung ditanamkan pada sektor industri, memulai periode Depresi Besar yang melanda negara-negara industri pada tahun 1929. Banyak industri yang gulung tikar dan terpaksa melaksanakan PHK buruh secara besar-besaran karena stok barang yang menumpuk tak terbeli akibat suksesnya revolusi industri.
Masa depressi besar tersebut dibarengi oleh pembentukan berbagai organisasi buruh yang merasa hak-haknya terancam. Negara (AS) kemudian memperlihatkan legalisasi atas hak mereka untuk membentuk serikat pekerja pada tahun 1935. Kondisi inilah yang kesudahannya menimbulkan kebutuhan adanya bab Kepegawaian atau Human Relation dalam administrasi (yang sebelumnya lazimnya hanya ada 3 bab utama dalam struktur keorganisasian : Keuangan; Produksi dan Pemasaran) untuk menjembatani benturan kepentingan antara perusahaan dan karyawan.
Selain Depresi Besar dan tumbuhnya Serikat Buruh, hal lain yang mendorong hadirnya fatwa Behavioralist adalah studi yang dikerjakan oleh Hawthorne (dengan tokohnya Elton Mayo). Melalui studi awalnya di Philadelphia, Mayo meneliti penyebab tingginya angka absen para pekerja pada suatu pabrik tekstil. Dari berbagai wawancara dan konsultasi, Mayo lalu, menyimpulkan bahwa banyak segi kemanusian dalam kerja yang perlu mendapatkan perhatian. Mayo kemudian mendedikasikan tahun-tahun kerja ilmiahnya untuk meneliti hal tersebut, khususnya di Hawthorne, suatu pabrik elektronik di luar Chicago.
Dari aneka macam eksperimen yang dilaksanakan untuk mengenali keadaan-kondisi apa yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang dapat bekerja optimal, diperoleh dasar-dasar analisis sistematis bagaimana manusia berperilaku dalam organisasi. Pendekatan Human Relation timbul dalam suasana ini. Pendekatan ini menatap perlunya memperlakukan karyawan secara manusiawi, bukan sekedar alat buatan dari industrialisasi, bahwa sebagai manusia, karyawan juga butuh didengar keluhannya, diketahui kebutuhannya dan dihargai pendapatnya dalam keputusan-keputusan perusahaan. Jika pendekatan atau gerakan Human Relation hanya menyoroti bagian kecil dari sisi insan dalam situasi kerja tertentu, maka pendekatan Perilaku Organisasi yang tumbuh kemudian, menyinari sisi-sisi yang lebih luas dari sikap manusia di dalam organisasi.
Awalnya pendekatan Perilaku Organisasi menggunakan teori kognitif dan teori sikap manusia dari disiplin ilmu Psikologi selaku dasar meneliti perilaku organisasi yang kemudian disempurnakan dengan teori Pembelajaran Sosial. Pendekatan Kognitif menyatakan bahwa perilaku insan bergerak dalam pola Stimulus – Response (karena-Akibat0. Sebaliknya, Pendekatan Perilaku menyatakan bahwa langkah-langkah manusia mengikuti acuan Respons-Stimulus (R-S). Sedang pendekatan Pembelajaran Sosial menyatakan bahwa manusia, lingkungan dan perilaku itu sendiri saling berinteraksi.
Pendekatan-pendekatan tersebut secara terpisah cuma bisa menjelaskan mengapa seseorang berperilaku tertentu, atau meramalkan bagaimana seseorang akan bertingkah dalam suasana tertentu, tetapi hanya sesudah menggabungkan ketiga pendekatanlah mampu diperoleh pemahaman, peramalan dan cara mengontrol sikap insan dalam organisasi. Pendekatan ini disebut Behavioral Scientifiec, yang bukan saja memadukan teori dan pendekatan-pendekatan dari ilmu Psikologi, tapi juga dari Antropologi (terutama Antropologi Budaya) dan Sosiologi ke dalam Teori Organisasi. Kendati demikian, hingga ketika inipun kita tidak mampu menentukan bagaimana insan akan berperilaku karena sikap seseorang sangat diputuskan oleh fikiran dan perasaannya sendiri.
2. 4. ALIRAN KUANTITATIF
Pendekatan Kuantitatif terkadang dirujuk sebagai manajemen ilmiah, meski dalam pemikiran ini kita masih biisa mengenali 3 fokus yang berbeda. 1) Management Science. 2) Operation Research, dan 3) Manajemen information System (MIS). Fokus terutama pada proses-proses dalam manajemen yang memakai teknik-teknik matematika dan statistik.
Operation Research (OR) ialah teladan terbaik dari pendekatan ini. Kendati praktek kuantitatif sudah dimulai pada era Henry Fayol dengan anutan Manajemen Ilmiah, namun lingkup aplikasi fatwa kuantitatif dalam manajemen jauh lebih terbatas, contohnya dalam problem persedian barang, alokasi sumberdaya, kecepatan pelayanan dalam sebuah antrian, dll. Pendekatan Kuantitatif sampai dikala ini masih sering dimanfaatkan dalam pengerjaan keputusan manajerial. Perhitungan-perkiraan matematis perihal probabilitas, sangat membantu manajer dalam memilih alternatif yang terbaik, sekalipun keputusan selesai yang diambil tetap berdasarkan dogma sang manajer.
2. 5. PENDEKATAN SISTEM
Pendekatan sistem yang meminjam analogi dari ilmu alam dan fisika, bahwa memandang bahwa segala sesuatu di alam semesta ini sebenarnya saling berhubungan saling bergantung, bantu-membantu telah diterapkan secara tidak pribadi oleh FW. Taylor dalam analisanya wacana interaksi insan dan mesin. Asumsi dasarnya ialah sangat sederhana dan juga sungguh benar bahwa karena saling berafiliasi dan saling bergantung, maka pada ketika 2 hal berinteraksi maka akan menghasilkan suatu bentuk yang gres. Dengan asumsinya inilah maka hampir semua hal dan semua kejadiaan di alam ini mampu diterangkan dengan menggunakan analogi sistemik.
Sebagai cara untuk mengetahui administrasi, Pendekatan Sistem mampu dikerjakan secara menyeluruh, secara spesifik, dengan analisis metode tertutup maupun terbuka. Sebagai pendekatan yang bersifat menyeluruh, proses manajemen dipandang sebagai bagian dari organisasi formal lengkap dengan filosofinya, teknik-tekniknya, dan sosiopsikologinya yang saling berhubungan dan saling berafiliasi, yang pada alhasil menciptakan praktek-praktek manajemen yang khas. Sebagai pendekatan yang bersifat spesifik, pendekatan metode mampu dilakukan untuk mengkaji struktur organisasi, desain pekerjaan, mekanisme penyusunan rencana dan pengendalian, computerized informations, akunting perusahaan, dll. Oleh akhirnya hingga saat inipun kesanggupan sebagai analisis metode masih sangat dibutuhkan.
Analisis tata cara mampu dilaksanakan secara tertutup ataupun terbuka. Sebagai suatu metode tertutup, tidak ada aspek eksternal yang dipertimbangkan ke dalam analisa, sehingga relatif lebih gampang karena yang diperlukan hanyalah perkiraan yang benar dan nalar sehat. Misalkan kita menganalisis suatu organisasi, maka yang kita analisis yakni bagaimana interaksi dari bagian-unsur internal organisasi dalam mengolah inputnya menjadi keluaran (pencapaian tujuan). Aliran administrasi klasik cuma memakai analisis tata cara tertutup untuk mengkaji bagaimana proses manajemen berlangsung dalam suatu organisasi, misalnya bagaimana prinsip-prinsip organisasi diterapkan, apakah ada keseimbangan antara wewenang dan tanggungjawab, apakah antara peran dengan jumlah dan kualitas tenaga kerja sudah sesuai, dlsb.
Analisis metode terbuka jauh lebih rumit karena melibatkan interaksi dengan lingkungan, sehingga seorang analis tata cara harus benar-benar menelaah : apa saja yang menjadi lingkungan dari organisasi ybs, bab apa (misalnya Aliran behavior) yang besar lengan berkuasa pribadi ataupun tak pribadi pada operasi dan keluaran organisasi, bahkan bagaimana bentuk efek tersebut. Daniel Katz dan Robert l. Kahn yang ialah tokoh dari pendekatan ini menyatakan dalam bukunya The social Psychology of Organizations (1978) bahwa semua tata cara terbuka minimal mempunyai karakteristik (sesungguhnya ada 10 karekateristik, tapi di buku ini dikutip 4 yang paling pokok saja) sbb:
  1. Adanya input dari lingkungan
  2. adanya throughput atau proses konversi yang mengolah input menjadi bentuk output
  3. adanya output yang akan kembali pada lingkungan
  4. adanya feedback dari lingkungan
Sebagai suatu alat untuk mengerti manajemen, pendekatan tata cara secara sederhana mampu digambarkan sebagai berikut :
2. 6. PENDEKATAN KONTIJENSI
Kendati sudah terlalu banyak ahli yang meneliti perihal administrasi dan memberikan teori-teori yang dapat diterapkan oleh para manajer, tetapi pada kenyataannya pendekatan-pendekatan tersebut tidak senantiasa applicable. Manajemen tidak cuma berhubungan dengan sistem atau teknik-teknik (knowhow) – yang banyak kita temui pada teori-teori aliran manajemen klasik, anutan manajemen kuantitatif ataupun teori sistem, bahkan lebih sering berafiliasi dengan manusia yang melakukan sistem atau teknik-teknik tersebut (Aliran behavior). Di sisi lain juga tidak ada teori ihwal perilaku manusia yang benar-benar bersifat universal. Selain itu pendekatan-pendekatan sebelumnya juga sungguh kurang memperhitungkan pengaruh aspek lingkungan ke dalam teori-teori mereka, padahal lingkungan dan suasana yang berlawanan membutuhkan pendekatan yang berbeda pula dalam proses administrasi.
THEIR RELATIONSHIP THROUGH TIMES
Pendekatan Kontijensi ialah pendekatan berupaya menjembatani benturan antara teori dan praktek manajemen tersebut dengan secara serius mengamati imbas variabel-variabel lingkungan kepada organisasi dan proses-proses manajemen. Secara gampang pendekatan kontijensi ini dapat disebut selaku pendekatan ”Jika-Maka”, ”bila” mewakili variabel lingkungan, sedang ”maka” mewakili variabel manajemen. Fred Luthans adalah tokoh pendekatan ini yang pada tahun 1976 dalam bukunya ”Introduction to Management : A Contingency Approach” mengilustrasikan korelasi ajaran antara berbagai pendekatan manajemen yang meningkat semenjak tahun 1950, seperti terlihat pada gambar di atas.
Seluruh aliran, pendekatan dan anutan Manajemen yang sudah dibahas di atas, memperlihatkan tunjangan yang sungguh besar pada perkembangan administrasi periode kini. Oleh akibatnya membicarakan administrasi – baik secara ilmiah maupun secara simpel – termasuk dalam buku ini, akan mempergunakan seluruh pinjaman fatwa/anutan tersebut meski dengan bobot yang berlawanan-beda. Hal ini disebabkan oleh faedah simpel yang diberikan oleh semua pendekatan dalam ilmu manajemen bagi organisasi : selaku upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi dalam meraih maksudnya.
BAB III
MANAJEMEN DAN KINERJA ORGANISASI
Kinerja yang bagus dan memuaskan ialah tujuan semua organisasi (profit maupun non profit), dan manajemen berperan sangat penting dalam mencapainya. Dahulu, kinerja suatu organisasi biasanya cuma diukur dari pencapaian profit (kinerja finansial), namun pada abad kini setidaknya diukur dari 3 indikator: 1). Tingkat kepuasan karyawan, 2). Tingkat kepuasan konsumen dan 3). Tingkat kinerja finansial (Kristensen, Martensen & Gronhold; Business Performance Measurement; 2004, p. 279). Dengan demikian, kinerja administrasi juga dapat dilihat dari sejauh mana manajer mampu memajukan kinerja finansial organisasinya melalui peningkatan kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan. 
Bagaimana mencapai kinerja administrasi yang bagus? Upaya-upaya apa saja yang perlu dijalankan? Kualitas-mutu dan keterampilan-kemampuan apa saja yang diharapkan? Berikut ini kita akan membahasnya lewat 2 (dua) sudut pandang, ialah administrasi Normatif dan administrasi Deskriptif.
3.1. MANAJEMEN NORMATIF DAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
Sudut pandang normatif menganggap tentang apa yang seharusnya dijalankan oleh seorang manajer supaya mampu meningkatkan kinerja organisasi dan meraih tujuan yang dijadwalkan. Sudut pandang ini berasal dari pendekatan manajemen klasik yang meyakini bahwa semua manajer harus melaksanakan (minimal) 5 fungsi manajer semoga pekerjaan-pekerjaan organisasi terealisasi secara efektif dan efisien. Efektifitas dan efesiensi tersebut akan meningkat manakala aktifitas-aktifitas organisasi tersebut dijadwalkan, diorganisir, diarahkan, dikoordinasikan dan dikelola secara efisien, yang selanjunya disebut fungsi Perencanaan; fungsi Pengorganisasian, fungsi Pengkoordinasian, dan fungsi Pengendalian. 
3.1.1. Fungsi Perencanaan secara singkat dapat didefinisikan selaku aktifitas-aktifitas : 1). Menentukan tujuan organisasi dan sasaran-sasaran setiap sub-unitnya; 2). Menentukan cara dan alat untuk meraih tujuan tersebut (tergolong di dalamnya menentukan strategi, rencana komprehensif yang mencakup seluruh aktifitas pokok organisasi) . Planning dianggap selaku fungsi pertama dan utama alasannya perencanaan ialah alat untuk mengidentifikasikan apa tujuan organisasi dan bagaimana cara mencapainya. Perencanaan menghasilkan anggaran, kebijakan, mekanisme dan agenda untuk mengarahkan aktifitas-aktifitas organisasi ke arah tujuan yang dikehendaki dan menyingkir dari aktifitas-aktifitas yang tidak berkaitan atau bahkan berlawanan dengan tujuan yang ingin diraih oleh organisasi tersebut.
3.1.2. Fungsi Pengorganisasian singkat dapat didefinisikan selaku : 1). kegiatan mengelompokkan kegiatan-kegiatan organisasi secara logis; 2). Menstrukturkan relasi-korelasi antar anggota organisasi); 3). Menjabarkan hubungan kerja antar kalangan kerja. Melalui pengorganisasian mampu diketahui teladan kekerabatan kerja formal, tanggung-jawab, wewenang, sistem komunikasi, dll dari organisasi tersebut. Inti dari fungsi pengorganisasian yaitu menetapkan siapa yang bertanggungjawab atas pekerjaan apa (who is responsible for doing what).
Sebuah organisasi dapat melakukan pengelompokan menurut fungsi yang dikerjakan; produk yang dihasilkan; daerah kerja; ataupun berdasarkan proyek-proyek yang dilaksanakan, meski umumnya dilaksanakan berdasarkan fungsi (mis: bag. Produksi; bag. Pemasaran, bag. Keuangan, dll).
3.1.3. Fungsi Koordinasi secara singkat didefinisikan selaku suatu proses memotivasi, memimpin dan berkomunikasi dengan para anggota organisasi untuk mencapai tujuan dan target organisasi. Koordinasi ini sangat dibutuhkan mengenang suatu organisasi terdiri dari banyak individu dan bagian yang mampu saja memiliki tujuan berlainan.
Motivasi dipandang komponen yang penting dalam kerjasama sebab berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan dan hasil unjuk kerja mereka. Upaya memotivasi berhubungan dengan memperoleh insentif yang dapat membuat puas keperluan karyawan dan yang dapat mendorong mereka bekerja secara optimal untuk meraih tujuan organisasi. Insentif tersebut dapat berwujud upah/honor, sumbangan, keselamatan kerja, jaminan kesehatan, lingkungan kerja yang bagus, perhatian, penghargaan dan legalisasi, peran yang menantang, dll.
Kepemimpinan umumnya diartikan sebagai kemampuan untuk menghipnotis sikap orang lain untuk bertindak ke arah yang diinginkan. Seorang manajer yang diminta memimpin suatu organisasi secara formal memang mempunyai kewenangan untuk memimpin, meski tidak dengan sendirinya mempunyai kemampuan memimpin. Oleh kesannya manajer membutuhkan keterampilan, pengalaman, kepribadian yang menarik dan berpengaruh untuk melakukan tugasnya tersebut.
Komunikasi didefinisikan sebagai pertukaran berita dari dan ke seluruh tingkatan organisasi. Komunikasi dapat diandaikan sebagai jaringan metode syaraf sebuah organisasi yang mengantarkan pesan berwujud peran, aba-aba, aturan dll serta umpan baliknya ke seluruh bab organisasi baik dalam wujud tertulis ataupun lisan. Mengingat pentingnya tugas komunikasi dalam suatu organisasi, maka seorang manajer wajib mempelajari bagaimana berkomunikasi secara efektif.
3.1.4. Fungsi Pengendalian secara singkat didefinisikan selaku proses untuk menyaksikan apakah aktifitas-aktifitas organisasi terlaksana sebagaimana yang dijadwalkan. Pengendalian dilakukan untuk memutuskan bahwa target-target organisasi yang telah ditetapkan dalam penyusunan rencana dapat dan sudah diraih. Dalam proses ini biasanya yang dilakukan adalah : 1) menetapkan patokan pekerjaan; 2). Mengukur pencapaian pekerjaan; 3). Membandingkan antara pencapaian dengan patokan yang telah ditetapkan, 4). Mengambil tindakan koreksi jika terdapat penyimpangan.
Penetapan tolok ukur pekerjaan selain harus spesifik dalam arian terang apa dan bagaimana kondisi yang mesti dipenuhi, juga haruslah kongkret dalam artian mampu diraih, serta mesti dikomunikasikan dan dapat diterima oleh para pelaksananya. Pengukuran pencapaian pekerjaan mampu dilaksanakan secara periodik (dimonitor) dan juga pada final pelaksanaan pekerjaan (dievaluasi). Tindakan koreksi juga mampu dikerjakan secara periodik ataupun pada final pekerjaan, yang wujudnya bisa berupa pergeseran atau penyesuaian operasional organisasi atau penyesuaian patokan atau bahkan pembiasaan tujuan organisasi.
3.2. MANAJEMEN DESKRIPTIF DAN AKTIFITAS-AKTIFITAS MANAJERIAL
Pandangan deskriptif ini melengkapi apa yang menjadi kelemahan dari persepsi normatif. Pandangan normatif secara teroritik memudahkan kita untuk mengenali secara garis besar apa saja yang ialah fungsi utama seorang manajer, namun tidak mampu menjelaskan dan menggambarkan bagaimana dan apa yang sebenarnya dikerjakan oleh seorang manajer dalam mengerjakan fungsi-fungsinya tersebut. Pandangan deskriptif memperkaya kita ihwal aktifitas-aktifitas apa yang bahu-membahu dilaksanakan dan peran-tugas apa yang dibutuhkan dari seorang manajer, darinya kita mampu menyimpulkan keterampilan (skills) apa yang perlu dikembangkan biar seorang manajer mampu berfungsi secara efektif.
Pandangan deskriptif berkonsentrasi pada aktifitas-aktifitas apa yang sesungguhnya dilaksanakan oleh manajer dalam kesehariannya di kawasan kerja, serta tugas-peran apa saja yang beliau jalankan. Aktifitas tersebut yaitu aktifitas personal, interaksional, administratif maupun aktifitas teknis.
Dalam aktifitas interaksional tersebut manajer juga melakukan aneka macam tugas, adalah 1). peran Antarpersonal (selaku figur atasan yang mewakili organisasi; sebagai pemimpin dan sebagai penghubung antar karyawan dengan pimpinan maupun dengan organisasi lain). 2). Peran Informasional, karena dalam proses interaksinya tersebut manajer juga melaksanakan aktifitas menghimpun data dan isu yang diharapkan oleh organisasi, membuatkan data dan info yang diharapkan dalam pelaksanaan peran bawahannya, serta yang secara formal berhak menetapkan data dan informasi apa dan bagaimana yang diharapkan dan yang mampu diberikan. 3). Peran Pengambil Keputusan, karena dalam proses interaksi tersebut manajer menghimpun dan mengolah gosip yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan organisasi, baik keputusan untuk intern maupun extern organisasi (misalnya: pengalokasian sumberdaya, penentuan budget, negoisasi, penyusunan kontrak, dll);
  1. Aktifitas Personal. Tak dapat dibantah bahwa dalam keseharian di kawasan kerja seorang manajer pastilah beliau juga melakukan aktifitas-aktifitas eksklusif selain mengorganisir organisasi. Sebagai manusia biasa seorang manajer juga mempunyai keluarga, lingkungan sosial, hobby dan minat serta kepentingan yang masuk akal dan boleh-boleh saja diurus dan mendapatkan perhatiannya sepanjang tidak mendominasi waktu dan berlawanan dengan kepentingan organisasi. Dalam kaitannya dengan organisasi ada observasi yang mengatakan bahwa kebanyakan dari manajer yang berhasil ialah manajer yang dapat menyeimbangkan antara karier dengan kehidupan pribadinya. Hal ini berkaitan dengan kepuasan dan sumbangan emosional yang ia peroleh dari kehidupan pribadinya.
  2. Aktifitas interaksional. Aktifitas terbanyak yang dijalankan oleh seorang manajer yaitu aktifitas interaksional. Manajer berinteraksi dengan atasannya, sejawatnya, bawahannya, pelanggannya, dengan orang-orang atau komunitas di luar organisasinya, dll. Penelitian yang dijalankan oleh Henry Mintzberg serta dari aneka macam penelitian lain menawarkan bahwa manajer menghabiskan 78 % – 80 % dari waktunya dikala bekerja untuk melaksanakan aktifitas interaksional, baik dalam wujud rapat, meeting, komunikasi lewat telepon, supervisi, dll. Penelitian juga memperlihatkan bahwa interaksi terbanyak yang dijalankan oleh manajer yaitu dengan bawahannya (45%); dengan konsumen dan pemasoknya (20%); selebihnya dengan kolega sesama manajer dan atasan (20%), dan dengan pihak-pihak di luar organisasi yang terkait langsung maupun tidak dengan organisasi.
  3. Aktifitas Administratif. seorang manajer pada tingkatan tertentu juga melakukan aktifitas-aktifitas administratif seperti memproses kertas-kerja, mengorganisir budget, memonitor kebijakan-kebijakan dan mekanisme-mekanisme organisasi, menangani dilema-duduk perkara kepegawaian, dll. Kendati porsinya tidak banyak, tapi aktifitas ini sering dikeluhkan menghabiskan banyak waktu oleh para manajer yang merasa seharusnya melaksanakan aktifitas yang lebih bersifat konseptual. Bahwa pada umumnya aktifitas ini juga mampu didelegasikan pada bawahannya, tetapi karena tuntutan lingkungan di luar organisasi seorang manajer tak mampu menghindari aktifitas ini sama sekali, contohnya dia juga mesti tahu tentang undang-undang dan banyak sekali peraturan yang berkaitan dengan operasi organisasinya.
  4. Aktifitas Teknis. Manajer juga melaksanakan aktifitas teknis yang berkaitan dengan penggunaan alat atau wawasan teknis yang diperlukan dalam pekerjaannya. walau semakin tinggi ia tapaki jabatannya makin menyusut pula pekerjaan teknis yang beliau lakukan, tetapi kesanggupan atau minimal pemahaman teknis yang berhubungan dengan keseluruhan operasi organisasinya haruslah dikuasai semoga dapat berkomunikasi dan melaksanakan supervisi, koordinasi dengan para karyawannya. Pada manajer yunior, ketrampilan dalam aktifitas teknis ini mutlak dibutuhkan alasannya mereka direkrut berdasarkan kesanggupan teknis tersebut.
  Pemahaman Administrasi Bebasis Sekolah
Kendati semua manajer dipastikan melakukan keempat aktifitas tersebut, namun terdapat kombinasi dalam intensitasnya yang dipengaruhi oleh : 
  1. Variasi Fungsi yang diemban manajer dalam organisasinya (misalnya Manajer Pemasaran pasti akan lebih banyak melakukan aktifitas interaksi dengan kliennya, sementara manajer Produksi akan lebih banyak melaksanakan aktifitas administrasif (menjadwalkan buatan, memfasilitasi perawatan alat, memecahkan masalah-masalah teknis buatan, dll);
  2. Variasi Hierarchi manajer. Semakin meningkat jabatan seorang manajer maka akan berkembangpula aktifitas isu dan pembuatan keputusan yang dia lakukan dan kian sedikit aktifitas teknis yang ia lakukan. Sementara itu kesanggupan administratif kendati penting bagi seluruh tingkatan manajemen, tetapi pekerjaan administratif yang detil lebih banyak dijalankan pada tingkatan yang lebih rendah. Demikian juga meski aktifitas interpersonal penting bagi semua tingkatan manajerial, tetapi pada tingkatan yang lebih tinggi akan lebih banyak melakukannya dengan pihak di luar organisasi, sementara pada tingkatan yang rendah akan lebih banyak melakukannya dengan karyawan di dalam organisasi (intern organisasi).
  3. Variasi Organisasional. Jenis pekerjaan/operasional serta Ukuran organisasi juga akan mensugesti jenis aktifitas manajernya. Organisasi di bidang Jasa dan Organisasi di bidang Produksi terang memerlukan dan melakukan intensitas aktifitas manajerial yang berlainan pula. Ukuran organisasi juga menentukan aktifitas mana yang paling banyak dilakukan. Semakin besar organisasi bermakna kian terspesialisasi pula aktifitas-aktifitasnya, sementara manajer pada organisasi kecil mesti mengetahui dan trampil pada semua aspek aktifitas organisasinya.
Fred Luthans dan sobat-temannya melihat dari perspektf yang berlainan. Mereka meneliti aktifitas dari 450 manajer dan mendapatkan bahwa mereka terlibat dalam 4 aktifitas manajerial adalah :
  1. Manajemen Tradisional : membuat keputusan, mempersiapkan dan menertibkan.
  2. Komunikasi : bertukar berita rutin dan memproses pekerjaan tulis menulis
  3. Manajemen Sumberdaya Manusia : Memotivasi, mendisiplinkan, menanggulangi pertentangan, menyusun kepegawaian dan melatih,
  4. Membangun jaringan: bersosialisasi, berinteraksi dengan individu-individu di luar organisasi
Selanjutnya mereka juga menyimpulkan ada penekanan aktifitas yang berlawanan antara Manajer Sukses (yang peningkatan kariernya paling cepat) dengan Manajer Efektif (yang terbaik dalam melaksanakan pekerjaannya) dalam pengalokasian waktu untuk melaksanakan ke empat aktifitas tersebut yang diilustrasikan pada gambar di atas:
3.3. PERAN MANAJERIAL
Dari berbagai aktifitas yang telah disebutkan di atas, tampak faktual bahwa aktifitas Interaksional ialah aktifitas yang paling banyak dijalankan oleh manajer, alasannya adalah dalam aktifitas tersebut manajer juga melaksanakan berbagai peran-kiprahnya. adalah 1). peran Antarpersonal (sebagai figur atasan yang mewakili organisasi; selaku pemimpin dan sebagai penghubung antar karyawan dengan pimpinan maupun dengan organisasi lain). 2). Peran Informasional, karena dalam proses interaksinya tersebut manajer juga melakukan aktifitas menghimpun data dan gosip yang dibutuhkan oleh organisasi, mengembangkan data dan isu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas bawahannya, serta yang secara formal berhak memutuskan data dan isu apa dan bagaimana yang diharapkan dan yang dapat diberikan. 3). Peran Pengambil Keputusan, alasannya dalam proses interaksi tersebut manajer menghimpun dan mengolah berita yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan organisasi, baik keputusan untuk intern maupun extern organisasi (misalnya: pengalokasian sumberdaya, penentuan anggaran, negoisasi, penyusunan persetujuan, dll).
Henry Mitzberg yang meneliti perihal apa yang sebetulnya dijalankan oleh para eksekutif dalam pekerjaannya, menyimpulkan di dalam bukunya yang berjudul ”The Nature of Managerial Work” (1973) bahwa ada 10 peran berlawanan yang saling berhubungan yang mereka kerjakan dalam melaksanakan tugas sehari-hari, sebagai berikut :
PERAN DISKRIPSI 
ANTAR PERSONAL
  • Figur pimpinan (figurehead) Sebagai simbol pemimpin dari organisasi yang beliau wakili (mis. Inspektur dalam upacara, dalam pengguntingan pita, dalam penandatangan kesepakatan dlsb)
  • Pemimpin (leader) Yang bertanggungjawab mengarahkan dan memotivasi karyawan
  • Penghubung (liason) Yang menjadi perantara atau menghubungkan karyawan dengan pimpinan lainnya atau dengan organisasi lain
INFORMASIONAL
  • Pemantau (monitor) Bertindak selaku pusat saraf isu internal dan eksternal organisasi dan yang secara formal berhak memutuskan data dan isu apa dan bagaimana yang diperlukan dan yang mampu diberikan
  • Penyebar (disseminator) berbagi data dan informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan peran bawahannya
  • Juru bicara (spokesman)Yang secara formal berhak untuk mengatakan mewakili organisasi dan untuk meneruskan isu pada pihak eksternal
Pengambilan Keputusan
  • Kewirausahaan (Enterpreuner)Mencari kesempatan dari lingkungan dan dari dalam organisasinya, memprakarsai pergantian
  • Penuntas Masalah (Disturbance handler) Yang bertanggungjawab mengambil langkah-langkah penyelesaian manakala organisasi mengahadapi persoalan tak terduga, melaksanakan pembiasaan terhadap pergeseran lingkungan
  • Pengalokasi Sumberdaya (Resource Allocator)Yang bertanggungjawab atas penentuan alokasi sumberdaya, tergolong anggaran
  • Negoisator Yang bertanggungjawab mewakili organisasi dalam negoisasi-negoisasi dengan pihak luar
3.4. MANAJERIAL SKILLS DAN KINERJA
Dari pembahasan sudut pandang normatif, kita mampu mengenali fungsi-fungsi apa saja yang diperlukan dijalankan oleh seorang manajer. Sedang dari pembahasan sudut pandang deskriptif kita menemukan pemahaman perihal aktifitas-aktifitas manajerial serta tugas-peran organisasional apa saja yang senyatanya dikerjakan. Dari pertolongan kedua sudut pandang tersebut kita mampu merumuskan manajerial skills apa saja yang dibutuhkan untuk meraih kinerja organisasi yang diinginkan.
  1. Kemampuan berinteraksi. Termasuk di dalamnya kesanggupan berinteraksi secara interpersonal, ketrampilan berkomunikasi secara efektif, kesanggupan memimpin, kemampuan memotivasi karyawan, kesanggupan mengorganisir pertentangan. Kemampuan membuat dan mengurus jaringan kontak personal dengan orang-orang di luar organisasi, dll.
  2. Kemampuan Konseptual, termasuk di dalamnya kemampuan menganalisis, membuat keputusan, membagi dan mengalokasikan sumberdaya, kemampuan organisasional, dll Ketrampilan ini sangat diperlukan alasannya adalah manajer bertanggung-jawab atas kelangsungan hidup organisasi dan balasannya mesti mampu mengelola dan menganalis informasi dari dalam dan luar yang dibutuhkan bagi operasi organisasi.
  3. Kemampuan Administratif. Termasuk di dalamnya yaitu kemampuan untuk membuat, membuatkan dan mematuhi rencana, kebijakan, dan mekanisme kerja secara efektif, memproses pekerjaan-pekerjaan administratif secara benar dan sempurna waktu, mengorganisir pengeluaran organisasi sesuai budget. Kemampuan admnistratif akan kian baik apabila ditunjang dengan kesanggupan interpersonal dan kemampuan konseptual.
  4. Kemampuan Teknis, tergolong di dalamnya yaitu kesanggupan untuk menerapkan pengetahuan, alat, pengalaman dan teknik dari disiplin ilmu tertentu (misalnya : teknologi, akunting, hukum, pemasaran, psikologi, farmasi, dll) untuk menanggulangi duduk perkara-masalah teknis yang muncul. Bagi manajer kemampuan ini minimal diperlukan supaya dapat melakukan supervisi secara baik.
Dari ke-4 kesanggupan yang mesti dimiliki oleh seorang manajer, kesanggupan apakah yang paling diharapkan dan perlu ditingkatkan untuk memperoleh kinerja terbaik? Mengenali pentingnya mengelola insan (disebut selaku apapun : kepemimpinan, administrasi SDM, Komunikasi, Pembentukan jaringan) dalam sebuah organisasi adalah hal yang mutlak, oleh balasannya menyebarkan kemampuan interpersonal ialah sangat penting kalau ingin berhasil dan berhasil.
KESIMPULAN :
Dari sudut pandang normatif kita mendapatkan fungsi-fungsi manajemen yang dibutuhkan dilaksanakan oleh seorang manajer untuk memajukan kinerja organisasi. Fungsi-fungsi tersebut yaitu : Perencanaan; Pengorganisasian, Koordinasi (motivasi, kepemimpinan, komunikasi), dan Pengendalian. Secara teoriktik persepsi ini menawarkan dasar pada kita tentang apa yang mesti dilakukan oleh administrasi untuk meningkatkan kinerja. Namun alasannya masing-masing fungsi tersebut tidak berdiri sendiri selaku suatu fase yang berkelanjutan, maka tidaklah gampang untuk mengidentifikasikan bagaimana fungsi tersebut dilakukan.
Sudut pandang Deskriptif mengajak kita menyaksikan bagaimana aktifitas-aktifitas yang sebetulnya dikerjakan manajer sehari-hari dalam melakukan fungsi-fungsi administrasi. Dari sudut pandang ini kita empat aktifitas yang dikerjakan oleh manajer, yaitu : aktifitas personal, aktifitas interaksional, aktifitas administratif dan aktifitas teknis. Keempat aktifitas tersebut dihasilkan oleh aktifitas mental berfikir secara absurd yang disebut aktifitas konseptual (yang tidak kasat mata). Oleh alhasil untuk meningkatkan efektifitas manajemen maka manajer perlu mempunyai dan mengembangkan kesanggupan interaksional, konseptual, administratif dan teknis.
Memelajari manajemen dengan menggabungkan kedua sudut pandang tersebut akan menawarkan perspektif yang lebih dalam. Sudut pandang normatif menyumbangkan landasan teoritik wacana apa yang semestinya dikerjakan oleh manajer dalam melaksanakan tugasnya, sedang sudut pandang deskriptif menyumbangkan wawasan wacana kesanggupan-kemampuan/skills yang dibutuhkan dikembangkan untuk menjalankannya tugas dan fungsinya tersebut secara maksimal. Buku ini berikutnya akan mengacu pada kedua pendekatan tersebut.
BAB IV
FUNGSI PERENCANAAN DAN PEMBUATAN KEPUTUSAN
IV.1 DEFINISI PERENCANAAN
Salah satu fungsi manajemen yang paling utama yaitu Perencanaan alasannya dari fungsi tersebutlah fungsi-fungsi lain disusun. Perencanaan ialah cetak biru untuk pencapaian tujuan yang menampung pengalokasian sumberdaya yang diperlukan, agenda, peran-tugas dan pekerjaan-pekerjaan yang mesti dikerjakan terkait dengan pencapaian tujuan tersebut. Dapat dikatakan bahwa sebuah rencana ialah jembatan yang dibangun untuk menghubungkan antara periode sekarang dengan abad tiba yang diinginkan, karena penyusunan rencana ialah merencanakan abad depan. Masa depan memang akan datang dengan sendirinya, namun tanpa perencanaan era depan tersebut mungkin bukan kala depan yang kita harapkan.
Perencanaan memperlihatkan arah langkah-langkah saat kini yang terfokus pada pencapaian tujuan yang kita impikan di periode yang mau datang. Melalui penyusunan rencana kita dapat mengantisipasi pergantian lingkungan dan memperkirakan resikonya sambil terus menyesuaikan tindakan/aktifitas dengan tujuan yang mau kita capai. Karena pentingnya fungsi penyusunan rencana, maka dalam dunia militer dikenal idiom :”Jika kau gagal mempersiapkan, maka kau menyiapkan kegagalan”
Melalui penyusunan rencana yang bagus, enam pertanyaan pokok dalam setiap aktifitas untuk mencapai tujuan akan terjawab. Keenam pertanyaan tersebut yang dikenal dengan 4W &2 H) adalah selaku berikut :
  • What needs to be accomplished? (apa yang harus dilakukan?)
  • When is the batas waktu? (Kapan mesti dijalankan dan teratasi?
  • Where will this be done? (Dimana daerah pelaksanaannya?)
  • Who will be responsible for it? (Siapa penanggungjawabnya?)
  • How will it get done? (Bagaimana cara melaksanakannya?)
  • How much time, energy, and resources are required to accomplish this goal? (Berapa banyak waktu, tenaga dan sumberdaya yang diperlukan untuk mecapai tujuan)
IV.2. MANFAAT PERENCANAAN
Perencanaan menawarkan manfaat yang sungguh besar dalam pencapaian tujuan, diantaranya adalah :
  1. Memberikan arah langkah-langkah pada organisasi. Tanpa rencana yang mempunyai tujuan suatu organisasi tidak akan hingga kemanapun.
  2. Memfokuskan perhatian pada target-target dan hasil-hasil yang mau dicapai. Rencana membantu baik manajer dan maupun karyawan untuk memusatkan perhatian mereka pada sebuah citra besar yang disebut rencana.
  3. Menetapkan dasar bagi koordinasi tim. Sebuah rencana mengintegrasikan berbagai bagian/unit dalam organisasi untuk meraih tujuan yang sama.
  4. Membantu mengantisipasi permasalahan dengan memperhitungkan situasi dan perubahan lingkungan yang hendak terjadi
  5. Rencana juga menunjukkan isyarat dalam pengerjaan keputusan. Keputusan selalu berorientasi ke periode depan, jika administrasi tidak mempunyai planning untuk kurun depan maka keputusan keputusan yang dibuatpun cuma sedikit yang dapat berorientasi ke masa depan.
  6. Merupakan prasyarat bagi terlaksananya fungsi-fungsi administrasi lainnya. Melalui penyusunan rencana, administrasi akan mengenali pengorganisasian apa yang harus ditangani, karyawan apa dan bagaimana yang diharapkan, bagaimana memimpin, memotivasi karyawan, dst.
IV.2.1. Merumuskan Tujuan untuk sebuah Rencana
Sebelum sebuah planning kerja dapat disusun, hal yang pertama yang mesti dirumuskan ialah target-target apa yang mau dicapai. Sasaran-target tersebut dapat dirunut dari visi dan missi yang dirumuskan oleh organisasi. Melalui Missi Organisasi kita mampu mengenali untuk tujuan apa organisasi itu diresmikan dan mengapa organisasi itu ada. Missi ialah dasar bagi tujuan dan garis besar penyusunan rencana dalam keseluruhan organisasi. Oleh akhirnya dalam menyusun suatu penyusunan rencana yang efektif, seorang manajer mesti memastikan bahwa kebijakan-kebijakan internal, tugas-tugas organisasional, kinerja, struktur organisasi, produk yang dihasilkan, dan keseluruhan operasional organisasi tetap sejalan dengan missi organisasi.
Untuk memutuskan apakah sasaran/tujuan-tujuan yang disusun dalam sebuah penyusunan rencana dapat lebih efektif, maka ada beberapa standar yang perlu diperhatikan oleh seorang manajer :
  • Rumusan tujuan mesti terang dan spesifik dan sebisa mungkin menggunakan kalimat kuantitatif biar mudah mengukurnya
  • Tujuan tersebut harus meliputi hasil sektor-sektor kunci. Karena tujuan atau target tidak mungkin disusun menurut hasil kerja orang-per-orang, maka target tersebut dibentuk menurut hasil dari bantuan persektor/perbagian.
  • Tujuan harus mampu memperlihatkan tantangan untuk mencapainya, namun bukan memiliki arti harus sungguh sukar untuk diraih.
  • Tujuan mesti memiliki deadline yang terperinci untuk mencapainya
  • Tujuan mestinya dikaitkan juga dengan penghargaan bagi yang mencapainya.
  Pemahaman Proses Bikinan
IV.3. LINGKUP & JENIS PERENCANAAN
Perencanaan sebagai salah satu fungsi pokok manajemen niscaya dilaksanakan oleh manajer pada semua tingkatan, meski skala atau lingkup rencananya berbeda sesuai dengan level manajerialnya. Kendati menyusun rencana yang sifat dan lingkupnya berbeda, setiap manajer harus mengkoordinasikan rencananya dengan rencana yang bersifat lebih luas agar tidak terjadi pertentangan penetapan tujuan antar unit kerja dan antar bab yang lebih tinggi. Memilahkan lingkup planning tersebut adalah untuk membentuk suatu mata rantai Sarana -Tujuan yang menghubungkan antara aktifitas organisasi sehari-hari dengan pencapaian tujuan secara keseluruhan.
Mata rantai Sarana-Tujuan tersebut dibuat dalam level penyusunan rencana ialah sbb:
  1. Rencana Strategis yang ialah perencanaan jangka panjang yang bersifat biasa dan di dalamnya meliputi pengembangan missi organisasi, serta tujuan-tujuan pokok yang mau dicapai organisasi secara keseluruhan. Top Level Manajer adalah yang bertanggung-jawab dan berkepentingan dengan penyusunan rencana ini.
  2. Rencana Taktis merupakan planning yang menjabarkan Rencana Strategik menjadi rencana dengan sasaran-sasaran spesifik yang harus dicapai oleh setiap divisi. Oleh jadinya memuat wacana apa yang mesti dikerjakan, bagaimana cara melakukannya dan siapa yang bertanggungjawab pada setiap divisinya. Yang bertanggungjawab untuk mengidentifikasikan langkah-langkah-tindakan taktis spesifik yang harus disusun dalam Rencana taktis ini adalah Manajer tingkat menengah yang membawahi divisi-divisi spesifik.
  3. Rencana Operasional ialah rencana jangka pendek atau planning tahunan yang ialah jabaran lebih rinci dari Rencana Strategik per-unit kerja. Rencana Operasional ialah blueprint planning langkah-langkah sesungguhnya dari setiap unit kerja dalam satu tahun kerja, oleh akibatnya juga disebut selaku Rencana Sekali Pakai (Single-use Plans) . Di dalam rencana operasional tercakup aktifitas apa yang harus dikerjakan, acara kerja, penanggungjawab, dll. Anggaran penerimaan dan belanja organisasi juga tergolong dalam katagori ini
  4. Rencana Kontijensi. Rencana ini yakni rencana yang dikembangkan selaku persiapan bila planning semula yang sudah dibuat ternyata gagal meraih tujuan atau bahkan tidak mampu dilakukan kerena banyak sekali karena. Organisasi-organisasi besar umumnya memiliki planning kontinjensi, karena bagaimanapun telitinya seorang manajer dalam mempertimbangkan banyak sekali faktor dalam perencanaannya, suasana lingkungan mampu berganti.
5. Contuinuining or Ongoing Plans, ialah bentuk rencana yang dibentuk untuk kepentingan bertahun-tahun dengan kemungkinan revisi atau pembaruan secara periodik. Yang tergolong Ongoing Plans ini yakni :
  • Kebijakan, yang ialah kode lazim yang harus disertai oleh para manajer manakala menanggulangi masalah yang berhubungan dengan kawasan-daerah penting dalam pembuatan keputusan (misalnya kebijakan kepegawaian dan pengelolaan sumberdaya manusia, kebijakan peningkatan upah/honor, dlsb)
  • Prosedur, yakni isyarat langkah demi langkah yang menerangkan bagaimana suatu aktifitas mesti dijalankan. Prosedur menunjukkan standarisasi penanganan untuk aktivitas-acara yang dijalankan secara berulang (contohnya ihwal prosedur evaluasi kerja, mekanisme pembuatan laporan keuangan, prosedur reservasi barang, dll)
  • Aturan, ialah pernyataan yang secara explicit memperlihatkan batasan pada karyawan tantang apa yang boleh atau dilarang mereka kerjakan ketika bekerja (misalnya larangan mangkir atau bahkan tiba terlambat ke kawasan kerja, dll, hukum-aturan yang secara explicit juga dicantumkan pada saat calon karyawan menandatangani kesepakatan kerja, dll).
IV.4. KENDALA-KENDALA DALAM PERENCANAAN
Agar rencana yang telah dibentuk dapat terlaksana dengan efektif, manajer mesti bisa mengidentifikasikan beberapa hambatan memiliki peluang dalam penyusunan rencana dan berusaha mengatasinya. Kendala-kendala tersebut lazimnya yaitu :
  1. Ketidakmampuan menciptakan Rencana atau Rencana yang tidak cukup Baik. Tentu saja tidak semua manajer otomatis memiliki kesanggupan menciptakan penyusunan rencana. Faktor penyebabnya yakni kurangnya pengalaman, pendidikan atau bahkan alasannya adalah diajari atau tidak mempunyai wawasan perihal bagaimana menciptakan rencana yang benar.
  2. Kurangnya Komitmen dalam proses pengerjaan planning. Mengembangkan suatu planning adalah pekerjaan yang membutuhkan pemikiran yang cukup banyak dan menguras waktu. Kebanyakan manajer berdalih mereka tidak cukup punya waktu untuk mengikuti proses pengerjaan planning yang cukup panjang, atau bahkan mereka tidak membuat planning yang memadai alasannya adalah sebetulnya mereka takut gagal tidak mencapai yang mereka targetkan dalam rencana tersebut.
  3. Lemahnya berita. Karena yang menjadi dasar dari sebuah planning yakni info, maka bagaimanapun canggihnya seorang manajer dalam teknik pembuatan planning, namun kalau gosip yang digunakan dalam penyusunan rencana tersebut kurang mencukupi (info kurang akurat, kurang lengkap, basi), maka rencana tersebut juga akan kurang berkualitas atau bahkan planning yang gagal.
  4. Terlalu berfokus pada periode sekarang. Kegagalan memikirkan imbas jangka panjang suatu planning sebab terlalu menekankan pada penanganan duduk perkara-duduk perkara jangka pendek, justru mampu menjadikan kegagalan organisasi menyiapkan masadepan. Seorang manajer seharusnya mempunyai gambaran besar dalam benaknya tentang kala depan dan sasaran-sasaran jangka panjang yang ingin diraih dikala menyusun suatu rencana.
  5. Terlalu mengandalkan diri pada unit/Bagian Perencanaan. Banyak organisasi/perusahaan yang memiliki bab perencanaan atau bab perencanaan dan pengembangan tersendiri. Bagian ini yang melakukan observasi, studi, membangun versi, percobaan, dll, namun bergotong-royong tidak menyebarkan penyusunan rencana itu sendiri. Hasil dari bagian ini hanyalah merupakan alat bantu yang dapat dimanfaatkan oleh manajer dalam membuat rencana, terlebih menyusun sebuah rencana organisasi tetaplah tanggung-jawab manajer.
  6. Memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang mampu dikuasainya. Kebanyakan manajer cuma berfokus pada hal-hal yang paling dikuasai dan menghindarkan diri hal yang kurang dikuasasi sebab cemas dianggap kurang bisa. Misalnya memusatkan perhatian pada pembuatan pemikiran -ide dan ide-ilham baru, tetapi mengabaikan bagaimana cara mengakibatkan gagasan/pandangan baru tersebut teraplikasikan alasannya kurang menguasai operasional organisasinya
Kendala-kendala tersebut pastilah dapat tertuntaskan manakala manajer menghendaki suatu rencana berkualitas yang tersusun. Cara termudah dan paling murah tentu saja melalui komunikasi yang efektif dengan karyawan dan melibatkan mereka dalam penyusunan planning. Komunikasi yang efektif menjamin manajer memperoleh info yang bermutu, dan melibatkan karyawan dalam proses pembuatan planning akan memperluas dan memperdalam perspektif rencana itu serta mengurangi resiko kurang ketidak-berhasilan rencana tersebut saat dikerjakan.
IV.5. PEMBUATAN KEPUTUSAN: PENGERTIAN & PROSES
Pembuatan keputusan yaitu hal yang sungguh alami dalam kehidupan organisasi, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Membuat keputusan berarti melaksanakan suatu proses mental untuk menetapkan sebuah opsi dari aneka macam alternatif untuk mencapai tujuan. Membuat keputusan juga memiliki arti mengakui adanya suasana atau dilema yang membutuhkan penanganan khusus, meski kadang dalam prosesnya keputusan juga bisa berlangsung sungguh singkat menurut tindakan/reaksi spontan.
Berjalan singkat atau panjang, proses mental pengerjaan keputusan biasanya melalui tahapan-tahapan selaku berikut :
  1. Identifikasi dilema yang memerlukan pembuatan keputusan atau menetapkan tujuan dari adanya keputusan 
  2. Identifikasi aspek-aspek pembatas
  3. Mengembangkan alternatif-alternatif pemecahan duduk perkara
  4. Menganalisa setiap alternatif yang mungkin
  5. Memilih alternatif terbaik
  6. Melaksanakan keputusan
  7. Menetapkan metode feedback selaku pengendalian dan penilaian atas keputusan tersebut.
IV.5.1. Identifikasi Masalah 
Mengidentifikasikan permasalahan yang membutuhkan keputusan yakni sama pentingnya dengan keputusan itu sendiri, sebab keputusan yang benar haruslah berdasarkan pada pengertian kita yang benar akan problem yang dihadapi. Kesalahan mengenali persoalan yang bahu-membahu akan mensugesti ketepatan keputusan yang dibentuk. Masalah dapat dimengerti lewat tanda-tanda yang terlihat , namun tanda-tanda tersebut hanya merupakan mengambarkan adanya persoalan dalam organisasi, bukan menunjukkan akar dari dilema itu sendiri. Manajer yang baik akan menggali akar permasalahan yang mengakibatkan gejala tersebut. Berikut ini yaitu tanda-tanda-tanda-tanda yang menawarkan adalanya masalah dalam organisasi
IV.5.2. Identifikasi faktor-faktor yang menghalangi.
Semua manajer ingin membuat keputusan terbaik yang dimungkinkan. Sayangnya untuk menciptakan keputusan terbaik membutuhkan sumberdaya yang ideal, padahal lingkungan organisasi (intern atau ekstern) pastilah memiliki keterbatasan-kekurangan (gosip, waktu, perlengkapan, karyawan, dlsb). Oleh kesudahannya manajer haruslah membuat keputusan terbaik atau yang paling optimal yang dimungkinkan dari situasi yang ada (dari segi isu, sumberdaya maupun waktu yang tersedia). Tanpa menyadari adanya keterbatasan-kekurangan tersebut, keputusan yang diambil bisa jadi justru keputusan yang tidak mampu dilaksanakan atau yang tidak realistik.
IV.5.3. Mengembangkan alternatif-alternatif.
Karena keterbatasan waktu, umumnya manajer mengambil keputusan hanya dengan mempertimbangkan satu atau dua jaawaban yang paling cepat beliau peroleh. Tentu saja kondisi demikian kurang ideal untuk efek jangka panjang, mengingat suatu dilema pastilah mempunyai banyak jalan keluar dan peran manajer ialah untuk berfikir kreatif menyebarkan aneka macam alternatif yang dapat dilaksanakan. Ada aneka macam teknik untuk membuatkan alternatif, yang umum dijalankan dan hanya memerlukan waktu singkat (30-60 menit) yaitu lewat teknik Brainstorming. Selain itu juga mampu melalui Teknik Kelompok Nominal atau Teknik Delphi.
Brainstorming merupakan teknik menghimpun usulan melalui diskusi secara pribadi dari partisipan untuk menghasilkan inspirasi atau solusi-solusi alternatif, sebab dengan lebih banyak kepala akan lebih banyak alternatif pilihan. Agar brainstorming sukses sebagaimana diharapkan, maka ada beberapa hukum yang perlu dipatuhi : a). Pusatkan perhatian hanya pada urusan yang akan dikerjakan untuk menyingkir dari pembahasan yang melebar ke problem lain; b). Dukung seluruh peserta diskusi untuk memberikan ide, tampung semua pandangan baru dan alternatif walau mungkin tampak konyol dan tak masuk logika alasannya adalah mungkin saja ide yang konyol tersebut justru ialah jalan keluar yang kreatif yang tak terpikirkan sebelumnya; c). Evaluasi atas semua wangsit dan alternatif cuma boleh dijalankan sehabis semua pandangan baru dan alternatif dipresentasikan, sehingga seluruh akseptor atau kelompok diskusi merasa diperlakukan adil dan dihargai pendapatnya.
Teknik Kelompok Nominal tujuan dan caranya nyaris sama dengan teknik Brainstorming hanya bentuknya lebih formal lengkap dengan acara dan berita program. Setiap anggota kelompok menerima kesempatan yang sama untuk memberikan fikiran. Tidak ada diskusi atau komunikasi antar personal selama program ini berlangsung untuk mencegah terjadinya perdebatan dan sabung alasan.
Teknik Delphi yaitu teknik pengumpulan pendapat melalui daftar pertanyaan yang disusun secara cermat sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan tanpa lewat tatap wajah pribadi antar peserta. Biasanya yang dilibatkan adalah para ahli di bidang yang diperlukan untuk menunjukkan opini secara mampu berdiri diatas kaki sendiri sesuai keahliannya.
Teknik apapun yang digunakan, pengerjaan keputusan secara kalangan memiliki keunggulan (dan juga kekurangan) bila dibanding pembuatan keputusan secara individu. Kelebihannya antara lain yakni :
  1. Kelompok memperlihatkan perspektif yang lebih luas sebab tiap individunya bisa jadi mempunyai perspektif dan persepsi yang berbeda atas permasalahan yang dihadapi dan cara pemecahannya.
  2. Karyawan akan merasa lebih puas dan lebih condong mendukung keputusan yang dibentuk bersama.
  3. Kesempatan untuk berdiskusi memberikan potensi untuk memnajwab pertanyaan dan meminimalisir ketidak-pastian bagi pembuat keputusan.
Sedang kekurangannya antara lain yaitu :
  • Membutuhkan waktu yang lebih panjang katimbang keputusan yang dibuat seorang diri
  • Keputusan yang diambil cenderung bersifat kompromis daripada pemecahan yang optimal
Membuat keputusan secara kelompok atau secara individu sangat tergantung pada pertimbangan sang manajer sendiri, usulanobyektif (sifat masalah yang dihadapi, waktu yang tersedia untuk membuat keputusan, kesanggupan karyawan yang terlibat, dll); maupun pertimbangan subyektif sebab gaya kepemimpinan manajer yang lebih cenderung one man show. Juga perlu dikenang bahwa sekalipun melibatkan karyawan atau para hebat, tanggung jawab selaku pengambil keputusan tetaplah di tangan para manajer, alasannya manajer dihargai tinggi untuk kemampuannya mengambil keputusan (dan bertanggung-jawab) bagi organisasi.
IV.5.4. Menganalisa alternatif-alternatif.
Menganalisa alternatif-alternatif mempunyai arti mempertimbangkan setiap alternatif secara seksama biar mampu mengidentifikasikan setiap kelebihan dan kekurangannya sebelum memutuskan menentukan salah satu alternatif. Berbagai teknik statistik dan analisas kuantitatif mampu digunakan sebagai alat bantu dalam menentukan alternatif yang tersedia, namun yang paling penting yakni melakukan penilaian atas alternatif-alternatif tersebut dengan memikirkan: a). Fisibilitasnya, apakah alternatif tersebut dapat dilakukan; b) Efektifitasnya, sejauh mana alternatif tersebut mampu menangani persoalan yang ada; c). Konsekuensi atau dampaknya, baik secara finansial atau non finansial bagi organisasi (sebab setiap keputusan pastilah mengandung konsekuensi).
IV.5.5. Memilih Alternatif terbaik.
Memilih alternatif terbaik berarti memilih alternatif yang diperkirakan paling menguntungkan atau yang paling kecil konsekuensinya atau gabungan keduanya, kendati tentu saja bukan hal yang mudah alasannya mampu saja setiap alternatif memiliki nilai keunggulan dan kelemahan yang relatif seimbang. Keputusan bisa saja diambil karena alternatif tersebut yang paling maksimal dari suasana yang ada (paling menguntungkan/ paling memuaskan atau yang paling memungkinkan). Intuisi dan penilaian/judgment menurut pengalaman manajer juga bisa sungguh menolong dalam hal ini.
IV.5.6. Melaksanakan Keputusan.
Melaksanakan keputusan yaitu esensi dari tindakan manajerial, karena keputusan organisasi cuma dapat terlaksana lewat orang-orang, dan manajemen mempunyai arti mengorganisir karyawan dalam organisasi. Manajer dihargai dari pengerjaan keputusannya, tetapi beliau juga dibutuhkan bisa mengimplementasikan keputusan tersebut menjadi langkah-langkah konkret oleh karyawannya bagi keuntungan organisasi secara keseluruhan. Untuk menentukan biar para karyawan tahu tugas yang diperlukan dari mereka, manajer mesti menimbang-nimbang dengan seksama penyusunan program, prosedur, hukum, atau kebijakan biar dapat menjadi alat bantu bagi karyawan dalam proses pemecahan dilema.
IV.6. Jenis-jenis Keputusan Manajerial
Ada dua variabel utama yang mempengaruhi cara manajer dalam membuat keputusan, yakni : Tingkat Kepastian suasana, serta tingkat kerumitan masalah alasannya adalah keduanya menghipnotis jenis keputusan yang dibuat. Jenis-jenis Keputusan tersebut ialah : Keputusan yang sudah terprogram; Keputusan Analitis; Keputusan menurut penilaian; dan keputusan adaptifBerikut ini ialah jenis keputusan manajerial menurut kedua variabel tersebut yang dikutip dari Chung & Megginson
IV.6.1. Keputusan Terprogram
Jenis keputusan ini adalah jenis keputusan yang termudah sebab informasinya berdasarkan insiden-kejadian berkala dan berulang sehingga dapat dibentuk Standard Operating Procedurnya (SOP). Misalnya seorang pengusaha kue akan dapat memperkirakan menurut pengalamannya berapa banyak pesanan untuk masing-masing jenis kue pada hari biasa; berapa banyak pada hari-hari libur dan barepa banyak dikala mendekati hari Raya, sehingga gampang baginya untuk menetapkan tingkat produksi kuenya pada konisi-keadaan tersebut.
IV.6.2. Keputusan Analitis
Keputusan-keputusan yang bersifat analitis ini ialah keputusan yang melibatkan banyak variabel tetapi hasil dari setiap variabel relatif pasti sehingga mampu dikomputerisasikan. Pada kurun kini telah cukup banyak software komputer yang disusun menurut berita rutin dan berulang, yang mampu digunakan oleh para manajer untuk menciptakan keputusan atau mengantisipasi duduk perkara sebelum dilema tersebut terjadi, contohnya yang berhubungan dengan problem kepegawaian. Urusan kenaikan gaji; penawaran khusus jabatan, permohonan cuti, dll yang mampu dikaitkan dengan variabel kala kerja sangat bisa dibuatkan program softwarenya.
Teknik program Linier; Analisis Jaringan kerja; versi persediaan barang, versi antrian, dan berbagai teknik statistik lainnya adalah contoh program komputer yang dapat dimanfaatkan oleh manajer untuk menciptakan penyelesaian yang paling optimal dari sejumlah variabel persoalan yang dapat diperkirakan jadinya.
IV.6.3. Keputusan menurut Penilaian
Keputusan yang membutuhkan penilaian manajer (Judgmental decisions) yaitu keputusan yang melibatkan sedikit variabel namun tingkat ketidak-pastian jadinya tinggi. Keputusan-keputusan yang menyangkut duduk perkara investasi, penjualan dan alokasi sumberdaya ialah pola dari keputusan-keputusan yang memerlukan evaluasi manajer. Beberapa teknik kuantitatif dan statistik mampu membantu manajer, tetapi pada hasilnya tetap diharapkan evaluasi dari sang manajer sebelum keputusan diambil.
Keputusan-keputusan yang membutuhkan evaluasi ini lazimnya dilaksanakan oleh manajer tingkat tinggi, dan oleh akhirnya diharapkan kesanggupan konseptual agar mampu melakukannya dengan baik. Selain itu pengalaman dan intuisi juga bisa sungguh membantu dalam melaksanakan keputusan ini.
IV.6.4. Keputusan Adaptif
Keputusan yang bersifat adaptif yakni keputusan-keputusan yang dibuat dalam situasi yang ketidak-pastian hasil-hasil dari tiap alternatif sungguh tinggi dan variabel-variabel yang terkait dengan urusan juga sungguh kompleks. Dalam suasana ini manajer seolah memasuki kawasan yang belum pernah dijamah, sehingga keputusan yang diambil banyak bertumpu pada kesanggupan kreatifitas (khayalan dan intuisi) sang manajer serta kerjasama tim dari aneka macam kemampuan yang diharapkan.
Karena sifat permasalahannya yang sarat ketidak-pastian, maka keputusan yang bersifat adaptif ini pastilah membutuhkan beberapa adaptasi ketika diimplementasikan untuk mengadaptasi perubahan-pergeseran dan perkembangan-perkembangan baru dari lingkungannya. Contoh dari keputusan adaptif ini contohnya Keputusan di saat terjadi bencana alam, perang; yang membutuhkan rencana-planning Kontinjensi. Selain itu keputusan yang menyangkut investasi di bursa efek dan bursa saham.
IV.7. Teknik-teknik Kuantitatif dalam Pembuatan Keputusan
Teknik-teknik kuantitatif selaku alat bantu dalam pengambilan keputusan adalah salah satu hasil pengembangan ajaran manajemen ilmiah. Teknik ini lazimnya digunakan pada keputusan-keputusan logis rasional yang mampu dikuantifikasikan. Diantara teknik-teknik tersebut yang banyak diketahui yaitu : Model Pohon Keputusan; Model Payoff; dan Model Simulasi.
IV.7.1. Model Pohon Keputusan
Model Pohon keputusan (Decision Tree) yaitu model yang menggambarkan keseluruhan alternatif keputusan lengkap dengan potensi kemungkinan dan resikonya. Disebut pohon karena setiap cabang menggambarkan alternatif keputusan dan setiap ranting menggambarkan kemungkinan resiko dan laba dari masing-masing alternatif tersebut. Pohon keputusan sangat bermanfaat untuk menganalisis aneka macam kemungkinan dalam dilema investasi, marketing, penetapan harga, dan dalam keputusan-keputusan yang berhubungan dengan resiko. Pohon Keputusan ini ialah tata cara yang fleksibel dan dapat diterapkan pada banyak situasi, misalnya pada keputusan-keputusan yang bersifat sekuensial, yang mengandung banyak sekali kombinasi kemungkinan ; dan yang alternatif-alternatifnya mampu diperjelas.
IV.7.2. Analisis Pengembalian balik (Payback analysis)
Analisis ini dipakai dikala suasana yang dihadapi mengandung resiko sehingga untuk memutuskan sesuatu manajer mesti mempertimbangkan semua alternatif-alternatif yang menawarkan kemungkinan pengembalian terbaik di kurun mendatang. Misalnya seseorang yang mempunyai keunggulan duit Rp. 100.000.000,- dan ingin agar duit tersebut memberikan hasil paling besar di era mendatang. Ia punya opsi : Ditabung, didepositokan atau diinvestasikan. Jika ditabungkan atau didepositokan ia mesti menentukan bank yang memberikan bunga tertinggi disamping harus memperhitungkan reputasi bank tersebut. Jika diinvestasikan dia juga harus mempertimbangkan bentuk investasi yang paling menguntungkan, resiko dari masing-masing kondisi ekonomi yang mungkin terjadi (Baik, stabil, atau buruk), dan keseluruhannya mesti diperhitungkan expected value (EV) dari setiap kemungkinan dan menentukan yang menawarkan pengembalian balik tertinggi.
Perusahaan Kontraktor bangunan Mapan Sentosa mempunyai dua pilihan investasi dalam pembangunan gedung : 1) membangun kompleks perumahan atau; 2) membangun kompleks perkantoran untuk Pemerintahan. Penjualan unit perumahan sangat rentan kepada suasana ekonomi dan pengembalian modalnya sungguh dipengaruhi oleh keadaan tersebut. Sebaliknya, kesepakatan dengan pemerintah perhitungannya tetap dan didasarkan atas biaya plus laba. Prediksi Ekonomi memperkirakan probabilitas suasana ekonomi baik, stabil dan jelek adalah: 0,25 : 0,25 : 0,50. Expected Value (EV) dari kedua proyek tersebut adalah:
EV(R) = (70 milyar x 0,25) + (38 milyar x 0,25) + (12 milyar x 0,50) = 33 milyar
EV(K) = (40 milyar x 0,25) + (40 milyar x 0,25) + (40 milyar x 0,50) = 40 milyar
IV.7.3. Simulasi
Teknik simulasi dalam pengertian yang terluas ialah menciptakan model yang persis dengan keadaan atau problem yang dihadapi lalu membuat perhitungan-perhitungan lengkap dengan konsekuensi-konsekuensi yang mampu terjadi. Dengan menciptakan versi ini, manajer mampu mengganti-mengubah setiap variabel yang mensugesti untuk memperoleh alternatif yang paling menguntungkan karena dapat memperkirakan secara hampir pasti konsekuensi-konsekuensi dari setiap alternatif tersebut dalam suasana aktual.
IV.8. GAYA DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN
Dalam pengerjaan keputusan tak pelak bahwa gaya pribadi sang manajer sungguh mempengaruhi keputusan yang diambil. Ada manajer yang banyak bersandar pada usulanrasional dan logis; ada manajer yang lebih mempercayai pengalaman dan intuisinya; dan ada manajer yang mencari jalan kondusif dengan keputusan yang asal cukup membuat puas atau yang disebut oleh Herbert Simon sebagai “satisficing behavior’.
Model keputusan rasional Logis, adalah versi keputusan yang diambil oleh manajer yang mementingkan korelasi sebab akhir logis dalam pengerjaan keputusannya dan dalam mengambil keputusan ia akan mengikuti proses pembuatan keputusan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Ia juga akan banyak menggunakan berbagai alat bantu untuk menganalisis alternatif (perhitungan, simulasi, pohon keputusan, hasil penelitian, dll) dan mengambil keputusan berdasarkan usulantersebut. Di sisi lain, akhlak dasar sang manajer juga mensugesti keputusan yang diambil. Mengambil acuan analisis payback di atas, manajer yang bersifat optimis dan bersifat enterpreuner akan mengambil aternatif yang berkemungkinan menunjukkan laba terbesar: membangun perumahan (70 milyar) meski probabilitasnya hanya 25%. Manajer yang pesimistik akan mengambil alternatif yang paling kondusif dari situasi terburuk yang mungkin terjadi, ialah membangun gedung perkantoran.
Model Keputusan Intuitif adalah versi keputusan yang diambil oleh pada umumnya manajer kawakan. Mereka bisanya menghindari hitungan statistik dan pembuatan versi analisis sebab lebih meyakini intuisinya. Meski demikian bukan memiliki arti keputusan mereka ngawur, intuisi mereka tumbuh dan menjadi tajam alasannya adalah diasah oleh praktek dan pengalaman selama bertahun-tahun. Model keputusan intuitif ini pada masa dewasa ini banyak dikembangkan meski tidak ada sistem khusus untuk itu kecuali lewat penumbuhan kesadaran dan hati nurani. Mereka lebih mempercayai hati nurani dibandingkan dengan nalar otak dalam membuat keputusan, dan kesannya keputusan mereka terkesan lebih berani, lebih beda dan lebih inovatif.
Model Keputusan Jalan Aman, yakni model keputusan yang diambil oleh manajer yang cenderung menghindari resiko. Dalam proses pengerjaan keputusan mereka tidak menggali alternatif sebanyak mungkin, cukup asal telah memperoleh alternatif yang dianggap membuat puas dan mampu diterima oleh banyak orang. Manajer tipe ini banyak ditemui pada instansi pemerintah, baik karena alasan politis maupun alasannya adalah alasan langsung.
BAB V 
PENGORGANISASIAN
Fungsi manajemen setelah Perencanaan yakni Pengorganisasian. Pengorganisasian dimaksudkan supaya manajer dapat menempatkan orang-penduduknya dalam struktur formal yang di dalamnya terkandung tugas –peran serta hak dan keharusan atas penggunaan sumberdaya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur formal ini biasa dikenal dengan nama struktur organisasi yang dapat menghipnotis sikap dan perilaku karyawan kepada pekerjaan mereka. Struktur organisasi yang sesuai dan tepat akan dapat menimalkan ongkos dan memajukan efisiensi.
V.1. DEFINISI DAN PENGERTIAN
To organize – to organ – organon (Anglo sexon Greak/Yunani); organum (latin) = alat, bab, anggota/tubuh; to organize = menyusun bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi sebuah kesatuan sehingga mampu dipergunakan untuk melakukan pekerjaan dalam mencapai tujuan.
Organizing dari kata organism artinya menciptakan suatu struktur dengan bab-bab yang diintegrasikan sehingga mampunyai kekerabatan saling menghipnotis satu dengan yang yang lain (organisasi = hasil dari pengorganisasian; pengorganisasian = penyusunan tugas kerja dan tanggung jawab mengorganisasi = menghimpun beberapa orang untuk gotong royong melakukan pekerjaan guna meraih tujuan yang telah diputuskan.
Berikut ini beberapa definisi wacana pengorganisasian.
  1. Stoner dan Walker (1986) : Pengorganisasian ialah satu proses di mana kegiatan kerja disusun dan dialihkan terhadap sumber tenaga untuk meraih tujuan suatu organisasi.
  2. Jaafar Muhammad (1992) : Pengorganisasian ialah penyusunan sumber-sumber organisasi dalam bentuk kesatuan dengan cara yang berkesan semoga tujuan dan objektif organisasi yang dirancang dapat dicapai.
  3. Gatewood, Taylor, dan Farell : Pengorganisasian adalah aktivitas yang terlibat dalam suatu struktur organisasi yang sesuai, memberi tugas kepada pekerja serta membentuk kekerabatan yang berguna di antara pekerja dan peran-peran.
  4. Certo (1997) : Fokus pertama pengorganisasian yakni menentukan aktivitas yang mau dilakukan oleh sumber daya insan dalam organisasi dan bagaimana SDM tersebut mampu diselaraskan atau digabungkan dengan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan organisasi.
  Apa Istilah Dari Center Of Interest
Kesimpulan yang diperolah dari definisi-definisi di atas adalah bahwa pengorganisasian adalah pembentukan struktur organisasi yang di dalamnya terkandung: 1). Penugasan formal bagi individu-individu dan bab-bagian organisasi, 2). Hubungan komunikasi dan pelaporan formal termasuk garis kewenangan, penanggung-jawab keputusan, jumlah tingkat hirarche, dan jenjang kontrol manajer, 3). Bahwa penyusunan struktur ini untuk memastikan terjadinya kerjasama yang efektif bagi seluruh karyawan di seluruh lini dan bagian organisasi. Dengan kata lain bahwa dalam setiap berdiri struktur organisasi disangga oleh 4 pilar, yakni :
  1. Division of Work (Pembagian pekerjaan) ialah pemecahan peran kompleks menjadi komponen-komponennya, sehingga setiap orang bertanggung jawab untuk beberapa acara terbatas dan bukan tugas secara keseluruhan. Seringkali dirujuk sebagai pembagian tugas.
  2. Departementalisasi merupakan penggabungan peran secara logis dan efisien. Untuk melacak jaringan kompleks dari korelasi formal dalam suatu organisasi, manajer lazimnya mengambar sketsa organisasi untuk melukiskan bagaimana pekerjaan dibagi-bagi. Dalam sketsa suatu organisasi, kotak mewakili pengelompokan logis dari aktivitas pekerjaan yang kita sebut dengan “departemen”. Departementalisasi, oleh alasannya itu, ialah hasil keputusan manajer tentang acara pekerjaan apa yang dapat dihubungkan dengan kalangan serupa.
  3. Hierarki mempunyai arti memutuskan siapa yang memberi laporan terhadap siapa dalam organisasi. Setelah pekerjaan dibagi-bagi, departemen dibentuk dan rentan kembali diseleksi manajer dapat memutuskan rantai komando. Hasil dari keputusan ini merupakan pola bertingkat yang disebut “hierarki”. Puncak hierarki organisasi ialah tempat manajer peringkat senior bertanggung jawab atas operasi dari seluruh organisasi.
  4. Koordinasi yakni memutuskan mekanisme yang menyatukan acara departemental menjadi sebuah kesatuan dan memonitor keefektivan iintegrasi tersebut. Tanpa koordinasi, orang akan kehilangan persepsi terhadap kiprahnya dalam organisasi secara total yang pada kesannya dapat mengorbankan sasaran organisasi. Seberapa jauh koordinasi yang diperlukan tergantung pada sifat dari pekerjaan yang dikerjakan dan tingkat saling ketergantungan dari orang-orang dalam banyak sekali unit yang melaksanakan tugas itu.
V.2. PROSES PENGORGANISASIAN
Proses pengorganisasian haruslah dijalankan dengan hati-hati dengan menimbang-nimbang beberapa aspek yang terkait dengan pekerjaan-pekerjaan apa yang mesti dikerjakan untuk meraih tujuan, penetapan peran bagi masing-masing individu, dll yang pada intinya mengandung 5 langkah yakni:
  1. Meninjau ulang Rencana dan Tujuan Organisasi untuk menyaksikan aktifitas-aktifitas apa saja yang diharapkan untuk mencapai tujuan untuk melakukan planning tersebut
  2. Menetapkan aktifitas-aktifitas pekerjaan yang diperlukan untuk meraih tujuan (mendesain pekerjaan)
  3. mengklasifikasikan dan mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang serupa dan saling berhubungan (departemenisasi)
  4. Memberikan penunjukkandan utusan kewenangan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tersebut (Pendelegasian pekerjaan)
  5. Menyusun hubungan hierarchi (vertikal dan horisontal) antar orang-orang di dalam organisasi, biar terlihat terang pedoman tanggung-jawab dalam pengerjaan keputusan dan korelasi kerjasama antar bab (Rentang manajemen dan rantai komando).
Jika digambarkan, proses tersebut akan terlihat selaku berikut:
Langkah 1
Desain pekerjaan
Dalam bagan struktur organisasi formal yang disusun, jasa John Frederick Taylor dengan Prinsip-prinsip Organsiasinya sangatlah besar, alasannya adalah pastilah menggambarkan komponen-bagian yang telah beliau kembangkan beberapa tahun kemudian sebagai berikut:
1. Spesialisasi Pekerjaan
Spesialisasi pekerjaan yaitu acara membagi-bagi pekerjaan sesuai yang dibutuhkan oleh organisasi dan dengan tenaga kerja yang sesuai dengan jumlah dan keterampilan yang diperlukan, sehingga karyawan yang bersangkutan hanya mengerjakan pekerjaan tertentu sesuai bidang dan bagiannya. Spesialisasi pekerjaan sungguh diharapkan bagi pekerjaan-tugas besar yang memerlukan banyak keahlian yang saling terkait agar terjadi efisiensi, tetapi spesialisasi pekerjaan berkala yang tidak banyak memerlukan pedoman acap kali mengakibatkan kejenuhan sehingga perlu adanya rotasi kerja sekali waktu.
2. Rantai Komando
Rantai Komando yakni garis kewenangan yang digambar tak terputus yan mengikat seluruh individu dalam organisasi dan menunjukkan siapa yang mesti bertanggung jawab pada siapa. Dalam Rantai komando juga perlu diperhatikan adanya prinsip-prinsip: 1). Kesatuan Perintah, yang menjamin bahwa setiap karyawan cuma wajib mematuhi perintah dari atasan langsungnya. Prinsip ini diharapkan supaya karyawan tidak mengalami pertentangan usul datau kepentingan dari aneka macam atasan atau supervisor. 2). Jenjang organisasi yang memberikan tingkat-tingkat satuan organisasi yang di dalamnya terdapat pejabat, peran dan wewenang, serta kedudukannya dalam keseluruhan organisasi. Jenjang organisasi bisa menjadi sangat tinggi manakala organisasi membesar sehingga menjadi kurang efisien alasannya jenjang pembuatan keputusan makin panjang, jenjang manajer kian banyak, kontak antar langsung dari atasan ke karyawan terbawah bahkan ke pelanggan nyaris tidak ada. Untuk mengatasi hal ini lazimnya organisasi membelah diri menurut fungsinya.
3. Kewenangan
Kewenangan yaitu hak formal dan sah dari seorang manajer untuk membuat keputusan, menunjukkan perintah dan mengalokasikan sumberdaya bagi kepentingan organisasi. Kewenangan ini tercantum dalam diskripsi pekerjaan dan mesti memperhatikan prinsip-prinsip sbb: 1). berdasarkan posisi dalam organisasi, siapaun penduduknya haruslah mendapatkan kewenangan yang sama jikalau beliau menduduki posisi tersebut. 2) Diterima oleh bawahan untuk menmbuat keputusan menurut hak sah organisasional; 3). Kewenangan mengalir ke bawah sesuai jenjang hierarchi vertikal, bahwa posisi yang lebih tinggi mempunyai kewenangan yang lebih besar.
Di dalam organisasi ada tiga jenis kewenangan, yaitu :
  • Kewenangan lini, yang memperlihatkan kewenangan bagi para manajer untuk bekerja eksklusif dengan bawahannya dan membuat keputusan langsung bagi jajarannya tanpa harus berkonsultasi pada bagian lainnya. 
  • Kewenangan Staf, yakni kewenangan yang dimiliki oleh tangan kanan manajer atau staff departemen untuk menunjukkan saran, bantuan dan layanan tertentu yang diperlukan. Bentuk kewenangan ini tidak mempunyai kewenangan melakukan langkah-langkah tak wajib dipatuhi kecuali kalau secara kasuistis diberikan kewenangan untuk itu oleh . 
  • Kewenangan fungsional, yakni kewenangan yang didelegasikan secara formal pada individu atau pada departeman untuk menanggulangi atau membantu aktifitas-aktifitas tertentu yang dijalankan oleh bab lain. Kewenangan fungsional sebaiknya tidak sejalan dengan prinsip kesatuan Perintah, alasannya adalah bawahan bisa memiliki 2 atasan : Langsung dan Fungsioanl, tetapi hal ini seringkali juga diharapkan manakala pekerjaan tersebut secara fungsional terkait bersahabat dan untuk membuat lebih mudah kerjasama.
4. Delegation
Pada abad belakangan ini pendelegasian wewenang dalam organisasi semakin diusulkan, agar mampu memberikan keluwesan maksimal bagi karyawan dalam memenuhi keperluan pelanggannya. Pendelegasian wewenang selain mampu memajukan kinerja organisasi, juga dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan sebab merasa diberi kewenangan melakukan sesuatu yang berguna bagi organisasi. Tanpa pendelegasian wewenang, karyawan cuma akan melaksanakan sesuatu dengan perintah, tak memiliki inisiatif dan rasa mempunyai. Namun untuk menyuruh sebagian wewenang, ada beberapa hal yang pelu diperhatikan selaku berikut:
  1. Menyesuaikan antara tugas yang hendak didelegasikan dengan karyawan/tim yang mau menerimanya dari segi kemampuan, kemampuan dan sikap.
  2. Organisasikan pekerjaan yang hendak didelegasikan (apa yang harus dikerjakan, bagaimana melaksanakannya, kapan harus final, keahlian apa yang dibutuhkan) dan komunikasikan dengan terperinci pada bawahan.
  3. Memberikan penugasan kerja secara terang dan spesifik, sehingga karyawan tahu bahwa mereka bertanggung-jawab sarat atas pekerjaan tersebut.
  4. Memberikan kewenangan yang cukup untuk melaksanakan peran khusus tersebut, tidak berlebihan sehingga menjadi otoriter tanpa sepengetahuan sang manajer, dan juga tidak terlampau terbatas sehingga menyusahkan pelaksanaan pekerjaan.
  5. Pastikan supaya mereka menerima bagian tanggung-jawab atas penyelesaian pekerjaan tersebut sebagai bab logis dari kesediaan mendapatkan wewenang, serta bagaimana prosedur pertanggungan-jawabnya. Perlu dikenang bahwa tanggung-jawab terbesar tetap berada di tangan manajer atau supervisor/atasan pribadi.
5. Rentang Kendali
Rentang kendali yakni jumlah terbanyak bawahan pribadi yang dapat dipimpin dengan baik oleh seorang manajer. Jumlah tersebut sungguh relatif, mampu luas dan mampu sempit tergantung pada kebutuhan pekerjaan yang dijalankan dan keperluan organisasi yang bersangkutan, atau setidaknya dari faktor-aspek berikut ini: 
  1. Subjektif (kecakapan dan keahlian, pengalaman, kesehatan, umur, bakat, kepemimpinan seseorang, kepribadian, kedudukan sosial, dan lain-lain),
  2. Objektif (aspek di luar diri seseorang, faktor lingkungan: jenis pekerjaan, waktu untuk menuntaskan pekerjaan, kestabilan organisasi, jarak antara pengawas dan bawahan, banyak sekurang-kurangnya pekerjaan pada bawahan atau atasan).
  3. Apakah sifat organisasi tersebut tersentralisassi atau terdesentralisasi. Jika tersentralisasi maka rentang kontrol akan sangat luas alasannya adalah kekuasaan lebih terpusat.
V.3. BENTUK ORGANISASI
Pada biasanya diketahui dua bentuk organisasi, ialah yang berupa mekanistik dan yang berupa organik. Pilihan mana yang cocok untuk sebuah organisasi sungguh bergantung pada tujuan, visi-missi, dan pekerjaan yang dilaksanakannya serta keadaan lingkungan daerah organisasi tersebut beroperasi. Bentuk mekanik lazimnya dipilih oleh organisasi yang jenis pekerjaannya relatif pasti, lingkungannya relatif tetap dan jenis peran yang dilaksanakan mempunyai kebutuhan mekanistik yang cukup besar alasannya melayani berdasarkan kekerabatan impersonal. Sedang bentuk organik biasanya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya cenderung mengatasi dilema on the spot, situasi lingkungan dan permasalahan yang cepat berubah; serta hubungan pekerjaan yang condong personal, dan organisasinya berskala kecil (misalnya organisasi amal, organisasi yang menangani bencana, dlsb).
Secara umum Struktur organisasi organik mempunyai ciri selaku berikut:
  1. Tugas-tugas dispesifikasikan secara terperinci,
  2. Hak dan keharusan anggota organisasi dijabarkan secara terang;
  3. Hubungan formal organisasional antara posisi staf dan lini dijabarkan secara jelas;
  4. Komunikasi cenderung bersifat dan dikelola secara formal melalui struktur akses komunikasi organisasi
Sedang organisasi yang bersifat organik mempunyai ciri sebagai berikut :
  1. Peran masing-masing anggota oranisasi tidak dijabarkan secara jelas;
  2. Penugasan terus-menerus dijabarkan ulang sesuai dengan kebutuhan organisasi;
  3. Tidak atau sedikit ketergantungan pada kekuasaan formal;
  4. Pengendalian dilaksanakan secara terdesentralisasi;
  5. Pembuatan keputusan dijalankan dengan segera sebab tidak bergantung pada kekuasan formal tetapi berdasarkan permasalahan yang dihadapi langsung.
V.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DESAIN STRUKTUR ORGANISASI
Biasanya pilihan desain struktur organisasi yang dianggap tepat dipengaruhi oleh 5 aspek selaku berikut: 
1. Ukuran Organisasi
Semakin membesar sebuah organisasi, makin kompleks pula rancangan struktur yang diharapkan (contohnya Negara), sebaliknya jika organisasinya kecil dan sederhana maka opsi desain strukurnya juga sungguh sederhana bahkan mungkin tidak memerlukan struktur formal. Tidak seperti organisasi yang besar, organisasi kecil tidak memerlukan aneka macam hukum formal alasannya pekerjaan dilaksanakan berdasarkan keperluan. Sebaliknya organisasi yang besar membutuhkan struktur organisasi yang jelas supaya pekerjaan mampu didelegasikan dan pertanggungjawaban dapat diminta secara formal, dlsb.
2. Fase Hidup Organisasi
Seperti manusia, suatu organisasi juga mampu dianalogikan memiliki fase daur hidup, dimulai dari fase kelahiran, fase akil balig cukup akal, fase sampaumur, dan fase kematangan. Pada fase kelahiran suatu organisasi mungkin belum membutuhkan struktur organisasi formal dan pendelegasian wewenang sebab pekerjaan dilakukan menurut contoh harapan dan kebijakan sang pendiri organisasi semata
  • Pada fase cukup umur, sebuah organisasi mulai bertumbuh dan perhatian organisasi bergeser dari menjajal memenuhi cita-cita sang pendiri menjadi menyanggupi cita-cita para pelanggan. Mungkin bentuk organisasi masih organik, namun struktur organisasi formal sederhana dan delegasi wewenang mulai diterapkan.
  • Fase sampaumur dimulai dikala organisasi sudah menjangkau banyak berhasil dan semakin meningkat , sehingga semakin banyak karyawan, pekerjaan dan konsumen yang ditanganinya. Untuk itu struktur yang lebih formal diharapkan karena pemilik atau pendiri semakin tak mampu melaksanakan kontrol langsung atas satu persatu karyawannya, atau berhadapan pribadi dengan pelanggannya. Untuk menjamin kelancaran jalannya organisasi hari demi hari, dibutuhkan pendelegasian wewenang, jenjang organisasi, dan pengaturan-pengaturan lain yang bersifat mekanistik. Pada fase ini organisasi cenderung kreatif, inovatif dan ekspansif.
  • Fase matang dicapai ketika organisasi sudah kian stabil sehingga condong makin kurang kreatif dan makin kurang ekspansif. Perhatian terutama adalah mengembangkan efisiensi dan laba dengan memelihara kestabilan organisasi dan kestabilan lingkungan kerja. Karena kian kurang kreatif dan kurang kreatif, organisasi mampu menjadi kian menurun vitalitasnya dan alhasil mati perlahan-lahan. 
Siklus atau daur hidup organisasi tidaklah mesti berlangsung mirip di atas, karena bisa saja pada dikala telah mencapai fase sampaumur bukannya beralih memasuki abad matang tapi justru mundur dan kembali ke fase sampaumur. Agar tetap mampu bertahan, maka sebuah organisasi yang sudah mencapai fase matang haruslah merevitalisasi diri. Yang pasti semakin besar dan kian tua sebuah organisasi, kebutuhannnya akan bentuk organisasi yang mekanik makin besar pula.
3. Strategi
Faktor lain yang mempengaruhi keputusan pemilihan desain struktur organisasi ialah taktik yang diambil oleh organisasi itu sendiri. Organisasi yang lebih mementingkan inovasi produk terus menerus mungkin lebih membutuhkan struktur organisasi yang organik semoga pengambilan keputusan tidak terhalang oleh struktur organisasi formal. Sementara organisasi yang mementingkan hasil produk yang efisiens dan efektif mungkin lebih membutuhkan organisasi yang mekanik
4. Lingkungan
Lingkungan ialah dunia tempat organisasi tersebut beroperasi, yang meliputi suasana ekonomi, sosial-budaya, politik, teknologi dan alam yang kuat secara eksklusif pada organisasi. Situasi atau kondisi lingkungan biasanya digambarkan berdasarkan sifatnya: Lingkungan yang stabil dan Lingkungan yang dinamis. Organisasi yang bekerja pada lingkungan yang stabil dan memproduksi barang/jasa yang relatif stabil condong memilih struktur organisasi yang mekanik, sedang yang bekerja pada lingkungan dinamis (misalnya perusahaan eloktronik : HP, komputer, dll; yang menghadapi dinamisnya kemajuan teknologi serta keperluan pasar yang cepat berubah) condong memilih struktur organik.
5. Teknologi
Joan Woodward pada permulaan tahun 1960-an meneliti 100 perusahaan di Inggris untuk melihat ketepatan struktur organisasi dengan teknologi yang digunakan, memperoleh bahwa organisasi yang memakai teknologi bikinan massal lebih sesuai menggunakan bentuk organisasi mekanis, sedang yang menggunakan teknologi teknologi produksi berdasarkan pesanan perorangan (contohnya perusahaan cetak foto, digital printing dan yang sejenisnya) lebih membutuhkan struktur organisasi organik.
V.5. JENIS-JENIS DESAIN STRUKTUR ORGANISASI
Ada lima pendekatan umum dalam merancang struktur organisasi, yakni bentuk yang menurut : Fungsi, Divisi; matriks; Tim; dan Jaringan. Lima bentuk struktur organisasi ini memadukan banyak sekali elemen dari struktur mekanik dan struktur organik sebab ada kecenderungan organisasi-organisasi masa kini untuk meminimalkan birokrasi dengan lebih banyak mendesentralisasikan kewenangan, mengurangi mekanisme dan aturan, dst. Bentuk-bentuk struktur organisasi tersebut yaitu sbb:
5.1. Struktur Fungsional
Adalah struktur organisasi yang disusun berdasarkan fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh organisasi tersebut, contohnya bab buatan; marketing; keuangan; Human Resources; dlsb. Contoh sketsa struktur fungsional yakni sbb:
5.2. Struktur Divisi
Adalah denah struktur yang disusun berdasarkan output yang dihasilkan oleh masing-masing departemen di dalam organisasi tersebut. Penyusunan struktur organisasi yang bersifat difisional ini memungkinkan para manajernya untuk berkonsentrasi pada sumberdaya dan produk/jasa yang dihasilkannya. Struktur divisi juga memudahkan daalam memonitoring hasil kerja setiap divisinya alasannya masing-masing memiliki target hasil yang terperinci. Karena disusun menurut output yang dihasilkan, maka struktur ini juga lebih fleksibel dan tanggap kepada pergantian, karena suatu bagian atau divisi mampu dikurangi atau ditambah sesuai kebutuhan. Contoh struktur divisi ini contohnya perusahaan yang memproduksi aneka macam alat pembersih dan keperluan mandi dan mengkatagorikan departemennya menurut hasil produksinya: Departemen sabun mandi, departemen sabun detergen, sabun mandi, shampo, pasta gigi, dsb. Demikian juga organisasi yang mengkatagorikan departemennya menurut kawasan operasionalnya (PT. Telkom dengan aneka macam divisi regionalnya di seluruh Indonesia).
5.3. Struktur Matriks
Struktur matriks adalh kombinasi dari struktur fungsional dan struktur divisional. Struktur ini menggunakan bentuk permanen yang memadukan kebutuhan fungsional dengan konsentrasi divisional. Karyawan dalam struktur matriks sekurang-kurangnyamenjadi bagian dari dua kalangan formal pada saat yang serentak, baik sebagai karyawan fungsional maupun sebagai salah satu anggota tim buatan, program atau proyek yang sedang dilakukan. Karena menjadi anggota lebih dari satu bagian, maka karyawan juga melapor pada dua atau lebih atasan. Struktur matriks selain dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan, juga memungkinkan tunjangan training manajemen biasa dan teknis sekaligus pada karyawan secara lintas fungsi. Selain itu, struktur matriks juga memiliki keunggulan lain, yakni: kerjasama dan pemecahan dilema yang lebih baik antar bagian; lebih fleksibel; layanan konsumen yang lebih baik; pertanggung-tanggapan kinerja yang lebih baik dan mengembangkan manajemen strategis.
Namun disamping keunggulan, struktur matriks juga mempunyai kelemahan, yakni: kebingungan pada karyawan yang mesti bertanggung-jawab pada dua atasan, apalagi jika masing-masing atasan merasa lebih berhak atas yang lain. Selain itu adanya tim khusus yang menuntut janji kerja dan soliditas yang tinggi juga dapat menciptakan anggotanya melewatkan tujuan yang lebih besar dari organisasi; serta mampu memajukan biaya operasional alasannya tim juga memerlukan pimpinan.
DAFTAR PUSTAKA;
  • Cardoso Gomes, Faustino, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta
  • Chung, Kae H & Leon C. Megginson (1981); Organizational Behavior : Developing Managerial Skills; Har[per & Row Publisher, New York.
  • Daft, Richard L. 2003. Manajemen. Edisi kelima, Jilid I. Jakarta: Erlangga.
  • Dharmamesta, Basu Swastha dan Sukotjo, Ibnu (2002); Pengantar Bisnis Modern. Liberty, Yogyakarta. 
  • Ellen A. Benowitz, M.Ed (2001), Principles of Management; Hungry Minds Inc; New York.
  • Handoko,Tani H. 1999. Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
  • Luthans, Fred; Organizational Behavior, Fith Ed. (1998); McGraw-Hill Book Company; New York. 
  • Nitisemito, Alex S.1985. Manajemen (Suatu Dasar dan Pengantar). Jakarta: Ghalia Indonesia.
  • Robbins, Stephen P & Timothy A. Judge; Oganizational Behavior, 12nd ed. (2005); Pearson Education; New Jersey. 
  • Siagian, MPA, Sondang. P, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta
  • Siswanto H.B; Pengantar Manajemen (2006), Bumi Aksara; Bandung 
  • S. Panggabean, ME, Mutiara, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia, Bogor
  • Stoner, James dkk. (1996); Manajemen Jilid II. PT Prenhallindo: Jakarta. 
  • Sukwaty, dkk. Ekonomi Sekolah Menengan Atas Kelas XII. (2004); Yudhistira; Jakarta.
  • Sumarni, Murti. 1998. Pengantar Bisnis (Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan). Edisi kelima. Yogyakarta: Liberty.
  • Trisnawati, Erni Sule dkk. 2004. Pengantar Manajemen. (2004); Prenada Media: Jakarta.
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
I Mengenal Manajemen
I.1. Definisi dan Pengertian Manajemen 
I.2. Manajemen sebagai Ilmu dan Seni
I.3. Mencapai Efektifitas dan Efisiensi lewat Manajemen
II. Pendekatan-pendekatan Utama dalam administrasi
II.1 Sejarah Awal administrasi
II.2 Aliran Klasik
II.3. Aliran Perilaku
II.4. Aliran Kuantitatif
II.5. Aliran Sistem
II.5. Pendekatan Kontinjensi
III. Aktifitas Manajemen dan Kinerja Organisasi
III.1 Normatif dan Fungsi-fungsi Manajemen
III.2. Manajemen Deskriptif dan Aktifitas-aktifitas Manajerial
III.3 Peran-tugas Manajerial
III.3. Manajemen Skills dan Kinerja Organisasi
IV. Perencanaan dan Pembuatan Keputusan
IV.1. Definisi Perencanaan
IV.2. Manfaat Perencanaan
IV.3. Lingkup dan jenis Perencanaan
IV.4. Kendala-hambatan dalam Perencanaan
IV.5. Pembuatan Keputusan : Pengertan & Proses
IV.6. Jenis-jenis Keputusan Manajerial
IV.7. Teknik-teknik Kuantitatif dalam Pembuatan Keputusan
IV.8. Gaya dalam Pembuatan Keputusan
V. Pengorganisasian
V.1. Definisi dan Pengertian Pengorganisasian
V.2. Proses Pengorganisasian
V.3. Bentuk pengorganisasian
V.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengorganisasian
V.4. Tipe dan Bentuk Struktur Organisasi
DAFTAR PUSTAKA