Teguran yaitu pisau tajam yg mesti diwaspadai & tambahan hati-hati dlm mempergunakannya. Untuk itu, seni & kelihaian dibutuhkan dlm menegur seseorang.
Teguran kerap kali berbuah elok, dapat mendekatkan hati, menjernihkan jiwa & merogoh mutiara perasaan jikalau orang yg memainkannya adalah penyelam yg hebat.
Begitulah hasil teguran seorang perempuan ideal sebab ia adalah penyelam ulung. ia lebih menyelami perasaan & hati sang suami sehingga tegurannya dapat menambahobor cinta & tak memadamkannya.
Menangkap kealpaan & keluputan & bukan mencari-cari kesalahan, tak membeber aib & membengkak-besarkannya, serta tak mengejar kesalahan-kesalahan dengan-cara membabi buta.
Akan tetapi, ia menegur dgn jiwa besar, kematangan berpikir, & remaja. Seorang suami lebih menghargai seorang istri yg mudah memaafkan, melalaikan kesalahan, mencarikan alasan suaminya melaksanakan kesalahan, & menyimpan rahasia & keadaannya.
Ketika seorang istri mencicipi kemurahan suami dlm memaafkan kesalahannya, maka sifat bijaknya menawarkan untuk memaafkannya, tak buru-buru menyalahkan, bahkan melewatkan kesalahan itu, menceburkan dirinya dlm kebisuan & mengunci verbal meskipun kesalahan demi kesalahan suami terus terjadi.
Ketika kesalahan sudah melewati batas toleransi, kolam nyawa sudah berada di tenggorokan & tusukan pedang telah menembus tulang, maka ia mulai melakukan teguran & tegurannya yaitu teguran sayang pada suami tercinta.
Ia tak murka mirip kemarahan tuan pada budaknya atau bentakan seorang ayah yg keras pada anaknya yg gagal dlm ujian simpulan.
Dalam menegur, wanita ideal memakai seni & kelihaian selaku berikut:
1. Hendaknya teguran dikemas dgn pertanyaan yg bisa dikenali oleh orang pandai tanpa melukai perasaan suami.
2. Teguran dgn perkataan rumit yg mengakibatkan orang kolot yg ringan tangan, tak merasa bersalah, & selalu bertanya-tanya. Dalam kondisi seperti ini, semestinya ia menegurnya dgn tegas, jelas, & pendek.
3. Menjauhi mencela pribadinya, namun cuma menegur sikap salahnya saja.
Termasuk hal yg bijak adalah menjauhi kata-kata yg pribadi mencela kepribadian suami, seperti:
“Kamu tak menghargaiku sama sekali”, “kamu salah”, “kamu egois”, “kamu acuh taacuh”, “kau suami yg tak berperasaan”, “tak punya nurani”, “kau tak mempunyai belas kasihan sama sekali”, “kau senantiasa saja telat, tak sempurna waktu dlm meluluskan usul.”
Disadur dr buku Dr. Abdullah bin Muhammad Al-Dawud berjudul Kado Pernikahan.
[Abu Syafiq/Wargamasyarakat]