MAFAHIM AL ILTIZAAM
A. PENGERTIAN ILTIZAM
Secara Lughowi, iltizam berasal dari kata luzum. Luzum dalam pemahaman bahasa Arab sama dengan tsabata wa daama (tetap dan konsisten). Iltizam memiliki nilai plus. Sebagai pendekatan, kata “arofa” yang berarti “faham” jikalau ditambah alif dan ta menjadi “I’tarofa” memiliki arti “mengenali” ialah adanya pengukuhan yang timbul dari kesadaran. Kata “luzum” jikalau ditambah alif dan ta mempunyai arti merupakan kesepakatan zati dari kesadaran sendiri, bukan malzum (dipaksakan/terseret-seret).
Namun demikian ada pemahaman lain dari iltizam ialah istiqomah. Iltizam banyak terdapat dalam hadits Rasulullah SAW dan Al-Qur’an ihwal keharusan dan akhir bagi istiqomah. Iltizam yang kita harapkan tumbuh dengan baik yaitu tumbuhnya kesadaran dari dalam diri seseorang yang dilandasi dengan pengetahuan.
Kesadaran yang sifatnya zati untuk komitmen kepada Islam perlu terus kita optimalkan. Ketika kesadaran ini turun, kita akan sibuk dengan qodhoya dakhiliyah. Sedangkan hal-hal yang mesti kita garap dan wajibat demikian banyak. Jika iltizam menurun, untuk bergerak mesti senantiasa diingatkan dan dibimbing. Akibatnya, intaj (produktivitas) nya sangat rendah. Sebaliknya, kalau iltizam dilandasi dengan fahm, walaupun arahannya sedikit dan sifatnya global sudah cukup sebagai bekalan operasional dia.
Sebenarnya peluangkaryawan sangat hebat tetapi sayang sifatnya cuma menunggu. Sebagai acuan, info wacana kristenisasi tidak harus menunggu arahan (perintah) jamaah. Jika kondisi penduduk sekelilingnya telah sangat kronis dengan kristenisasi maka segeralah bertindak. Lihatlah bagaimana Mush’ab bin Umair ketika diperintah oleh Rasulullah SAW menjadi duta ke Madinah. Perhatikan pula rangkaian ayat perihal Ummi Musa dalan surat Al-Qashash.
Allah SWT prospektif keselamatan Nabi Musa, lemparkanlah di sungai, tidak usah takut, tidak usah khawatir, kami akan mengembalikannya kepadamu. Iltizam ummi Musa dilandasi dengan pemahaman yang baik sehingga bayi itu tidak asal diceburkan saja ke sungai namun dibuatkan keranjang dan dihanyutkan. Demikian pula dengan saudara perempuan Musa yang diperintah untuk melakukan “Qushshih”. Ia memantaunya dari tepian sungai, agak jauh tetapi masih dalam jarak panjang semoga tak kehilangan jejak. Demikian pula saat ia mesti melakukan diplomasi dengan keluarga Fir’aun sangatlah rapih. Disatu pihak beliau mesti menutupi hubungan Musa dengan ibunya dengan istilah : andal baitin bukan mahir baitii atau ahlul bait. Tetapi, dipihak lain iapun harus meyakinkan Fir’aun. Demikianlah seharusnya kita selaku karyawan, saat ditetapkan tatsqif di masjid, kitabnya ini dan ini, bisa langsung jalan, tidak menunggu-nunggu ia ditasqif apalagi dulu oleh orang lain. Ilustrasipun dicari sendiri.
Said Hawwa dalam Adab dan Khuluqiyyah yang dibutuhkan dalam masa menyebutkan ada 10 akhlaq. Dua diantaranya Al-Ilm dan Az-Zikr.
B. RUANG LINGKUP ILTIZAM
Secara garis besar iltizam mencakup iltizam bisysyari’ah dan iltizam bil jamaah.
Iltizam bisysyari’ah.
Dalam iltizam bisysyari’ah ini termasuk di dalamnya adalah iltizam terhadap aqidah karena aqidah merupakan bab dari syariah. Kalau kita lihat, para ulama salaf dalam pembahasan fikhul kabiir memasukkan aqidah. Bahkan Al-qur’an sendiri sebelum pembahasan ihwal fikih terlebih dahulu diawali dengan pembahasan perihal keimanan. Misalnya seperti yang tertera dalam surat Al-Hajj ayat 73-78. Sebelum Allah perintahkan ruku’ sujud dan beribadah kepada Allah serta berjihad (dalam ayat 77-78), apalagi dahulu Allah menjelaskan wacana keimanan dari ayat 73 hingga 76.
Bahkan, jika kita melihat standar orang yang laik untuk dihalaqohkan yaitu orang-orang yang memiliki iltifat (perhatian) yang serius kepada Islam.
Iltizam bisysyari’ah meliputi iltizam kepada aqidah ashshohihah, ibadah salimah dan al-akhlaq al hamidah.
a. Aqidah Ashshohihah.
Keyakinan pada Allah (46:13) dimanifestasikan dalam bentuk jaza. Penekanan yang perlu ditambah wacana kepercayaan (aqidah) ini yakni keyakinan yang yaqiz bukan kepercayaan yang muqaddar. Jangan hingga pengkajian yang meluas wacana aqidah melalaikan syu’ur bi maiyyatillah.
b. Ibadah Salimah.
Pernah ada seorang sahabat yang mengajukan pertanyaan tentang arkanul Islam lalu dia tidak memperbesar dan meminimalkan rukun doktrin Islam tersebut. Kemudian Rasulullah mengomentari : “Aflaha in Shodaqo”. Dalam hadits juga diberi keistimewaan ketika iltizam terhadap yang wajib dan yang sunnah.
c. Al-Akhlaq Al-Hamidah.
Akhlaq disini ialah bagian dari ibadah. Secara nadzariyyah kita telah mengetahui namun secara amaliyah masih sering lupa.
Dalam mudzakirat Hasan Al-Banna dijelaskan bagaimana akhlaq dalam berukhuwwah. Ketika ada dua orang ikhwah melaksanakan transaksi perdagangan harga 8 pon oleh ikhwah akan dibeli 10 pon tetapi ikhwah yang memasarkan tetap bersikeras akan menjualnya dengan harga 8 pon saja. Hal itu hingga diajukan terhadap Asy-Syahid dan diputuskan oleh Asy-Syahid dengan harga yang menguntungkan keduanya. Demikian juga dalam bermuamalah dengan orang lain, seorang ikhwah tidak memaksimalkan jasa memperbaiki pompa air. Hal ini menciptakan orang lain salut dan kagum.
Di dalam penyampaian materi dengan rosmul bayan, jika kita kurang faham kadang kala dikaitkan secara hitam putih dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits (tidak diperkaya dengan siroh Rosul dan shahabat) sehingga terkesan bahan tersebut menjadi kencang. Jika dikaitkan dengan siroh, kita akan mendapatkan betapa Rasulullah ketika berkirim surat pada Heraklius menggunakan bahasa yang sopan. MIN MUHAMMAD ILA AZHIMI BASHRAH.
Rasulullah menjawab pertanyaan Asma tentang korelasi dengan ibunya yang masih musyrik : “Silahkan” bahkan riwayat lain : “Jalinlah korelasi”. Kata Said Hawwa : “Ta’amul ma’al kholqi tergantung dari ta’amul ma’al kholiq”. Jika ta’amul ma’allah baik akan terefleksi pada ta’amul ma’annas. Akhlaq akan terkait bersahabat dengan aqidah dan ialah ta’tsir langsung dari ibadah. Oleh karena itu etika dan perilaku yang perlu mendapatkan perhatian dan ditekuni di era 15 H.
d. Ad-dakwah wal jihad.
Ad-dakwah wal jihad dalam pengertian yang biasa. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf ayat 164-165 yang menerangkan bahwa dakwah merupakan keperluan kita sebelum merupakan keperluan penduduk (dharurah basyariyah) adalah terhindarnya diri kita dari adzab Allah SWT baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bencana akan ditimpakan terhadap orang yang berbuat maksiat secara pribadi maupun orang yang mendiamkan kemaksiatan tersebut (pasif). Sedangkan orang yang berdakwah ada argumentasi dihadapan Allah dengan istilah “ma’dziratan ila rabbikum” (lihat tafsir Ibnu Katsir).
Dakwah dan jihad harus difahami secara benar. Kisah Abu Thalhah di usia senjanya dikala membaca surat At-Taubah “infiruu khifafan wa tsiqoolan”, semakin tua semakin berkembangjihadnya.
Demikian juga surat Rasulullah SAW yang disampaikan kepada Heraklius dan Raja Basrah dan kekerabatan-korelasi strategis lainnya dilaksanakan oleh seorang sahabat senior yang ganteng yang berjulukan DHIHYAH.
e. Asy-Syumul dan Tawazun.
Allah menentukan dan menguji Nabi Ibrahim karena kesyumulannya. “Waidzibatalaa Ibraahimu bikalimaatin” lalu dapat di selesaikan dengan baik terlihat dari perumpamaan “faatammahunn” yang berupaya untuk berbuat tamam, syumul dan itqon dalam seluruh aspek.
Rasululllah SAW juga berqudwah terhadap Nabi Ibrahim AS, tidak ada pekerjaan yang terbengkalai pada dirinya. Bahkan ketika dia harus menjaga dan mengembalikan amanat pada ketika ia hijrah dijalankan dengan itqon. Syumul juga perlu dimuroati ketawazunannya. Ingatlah teguran Rasulullah pada tiga orang yang hendak berbuat tidak tawazun dalam hidupnya.
b. Iltizam bil jamaah.
- Inti iltizam bil jamaah yaitu iltizam kepada bai’ah yang diucapkan ketika dia memasuki pintu gerbang jamaah untuk mendengar dan taat.
- Konsekuensi iltizam dengan bai’ah terikat dengan sekian banyak wajibat. Diantaranya AN INSYITHOH (aktivitas) baik khorijiyah maupun dakhiliyah.
- Di balik bai’at juga iltizam dengan hal-hal yang terkait dengan wazifah (peran). Contoh : iltizam teman dalam menjaga eksistensi jamaah. “fainkaana fissaaqati kaana fissaaqati wa in kaana filhiroosati kaana fil hiroosah”.
- Iltizam bil infaq. Infaq disini baik infaq wajib maupun infaq sunnah. Infaq ini terkait dengan bazlunnafsi dan bazlulmaal. Ada sobat yang meminta keringanan untuk tidak berinfaq dan tidak berjihad pada Rasulullah, lalu dijawab oleh Rasulullah : “Kalau tanpa jihad dan tanpa infaq dengan apa engkau masuk nirwana”.
- Tho’at bil qiyadah. Dalam berbagai lapisan (4:59)
- Iltizam bil qororot (kebijakan). Iltizam bil qororot dijalankan dalam berbagai stelsel. Tidak mengapa bila mesti meminta kosiderannya. Nabi Ibrahim AS :
- Ziyadatul kepercayaan
- Ziyadatul yaqin
Setelah dijelaskan mesti jalan bukannya ngambek jikalau tidak cocok dengan selera hawa nafsunya.