√ Pengertian Bai’at Serta Tujuannya

WargaMasyarakat.org – Apa yg dimaksud dgn Bai’at..? Pemahaman yg tak utuh terhadap bai’at dapat menjadikan fitnah. Kita menyaksikan ada dua golongan yg bersikap zalim terhadap bai’at. Pertama, ada yg menyalahgunakan bai’at, mirip berbai’at kemudian mengkhianati bai’at tersebut. Kedua, ada pula di antara umat islam yg sama sekali anti bai’at, bahkan sungguh alergi dgn perumpamaan bai’at. Bahkan ada yg menyangkal bahwa bai’at tak ada pensyariatannya dlm agama baik al-Quran maupun sunnah.

Definisi Bai’at

Penyebutan istilah Bai’at biasanya banyak dipakai dlm tata cara pemerintahan Islam maupun politik Islam terbaru. Bai’at memiliki arti “janji setia” yakni, seorang yg berjanji untuk taat setia pada pemimpin atau khalifah, sebagaimana yg dicontohkan oleh Rasulullah saw terhadap para teman.

Secara lazim Bai’at merupakan transaksi perjanjian antara pemimpin & umat islam dlm mendirikan daulah islamiyah sesuai dgn Al- Qur‟an & sunnah Rasulullah SAW. Dengan kata lain Bai’at merupakan perjanjian atas kepemimpinan menurut metode politik islam modern, Bai’at merupakan pernyataan kecintaan khalayak ramai terhadap sistem politik islam yg sedang berkuasa dengan-cara optimis

Bai’at dengan-cara bahasa berasal dr kata bay „a (menjadi ba‟a) yg bermakna memasarkan. Bai’at yakni kata jadian yg mengandung arti “perjanjian”, “janji setia” atau “saling berjanji & setia”, alasannya dlm pelaksanaannya senantiasa melibatkan dua pihak dengan-cara sukarela. Bai’at pula bermakna “berjabat tangan untuk bersedia menjawab janji transaksi barang atau hak & keharusan, saling setia & taat”. Bai’at pula dapat diartikan perjanjian, penyumpahan, pengukuhan, pengangkatan, penobatan. Dari akar kata tersebut diketahui bahwa kata Bai’at pada awalnya dimaksudkan selaku menerangkan kesepakatan atas suatu transaksi perdagangan antara dua pihak.

  √ Pengertian Hari Raya Idul Fitri

Secara terminologi kata Bai’at adalah “Berjanji untuk taat”. Seakan-akan orang yg berBai’at memperlihatkan perjanjian pada amir (pimpinannya) untuk mendapatkan pandangan perihal persoalan dirinya & urusan-urusan kaum muslimin, tak akan menentang sedikitpun & senantiasa mentaatinya untuk melaksanakan perintah yg dibebankan atasnya baik dlm kondisi suka atau terpaksa.

Menurut ibnu khaldun, bai’at memiliki arti perjanjian untuk taat, alasannya adalah seorang yg berbai’at berjanji setia terhadap pemimpinnya dgn menerima segala perintahnya. Orang-orang dulu yg melakukan bai’at terhadap pemimpin menjabat tangan sang amir untuk memperkuat aqadnya. Hal ini menyerupai kelakuan orang yg melakukan jual beli, sehingga disebutlah itu bai’at. 

Menurut dharir ayat-ayat tentang bai’at, kata-kata bai’at didalamnya kelihatan tak mengandung makna politik. Tetapi bila diamati dgn mendalam, ternyata ada hal-hal yg mesti diamati. Dalam surah Mumtahanah ayat 12 terkandung pemahaman siyasiy alasannya adalah nabi yakni pemimpin di bidang keagamaan & keadilan bahkan panglima tentera. Bahwa orang-orang mukmin tak akan menentang nabi di dlm hal yg ma’ruf, itu mempunyai arti bahwa mereka mengikuti segala perintahNya & menjauhi laranganNya.

Bai’at pertama terhadap khalifah terjadi di Tsaqiefah Bani Sa‟idah yg diceritakan oleh Ibnu Qutaibah Adainuri sebagai berikut:

“Kemudian Abu Bakar ra menghadap pada orang-orang Anshar memuji Allah & mengajak mereka untuk bersatu serta melarang berpecah belah. Selanjutnya Abu Bakar ra berkata, “Saya nasehatkan kepadamu untuk membai’at salah seorang di antara dua orang ini yaitu Abi Ubaidah bin Jaroh ra atau Umar ra. Kemudian Umar ra berkata, “Demi Allah, akan terjadikah itu? Padahal, tuan (Abu Bakar) ada di antara kita, tuanlah yg paling berhak memegang duduk perkara ini. Tuan yakni lebih dulu jadi sahabat Rasulullah dibandingkan dengan kami, tuanlah Muhajirin yg paling utama, tuanlah yg menggantikan Rasulullah mengimami shalat, & shalat adalah rukun Islam yg paling utama. Maka siapakah yg lebih patut mengurusi problem ini daripada tuan? Ulurkanlah tangan tuan, saya membai’at tuan.”

Dari uraian di atas tampak bahwa yg membai’at itu yakni Ahl al-Hall Wa al-Aqd’ & kemudian mampu disertai oleh rakyat pada umumnya mirip pada kasus pembaitan Usman ra. Akan tetapi, kebanyakan pembai’atan itu dianggap sah apabila dilakukan oleh anggota-anggota Ahl al-Hall Wa al-Aqd’ selaku wakil rakyat, sebagaimana yg terjadi pada perkara Abu Bakar.

Di samping itu, lafadz bai’at itu ternyata tak selamanya sama. Oleh alasannya adalah itu, lafadz bai’at dapat dibuat sesuai dgn kebutuhan & sesuai lingkungan asal tak berlawanan dgn semangat & prinsip-prinsip AlQur‟an & Sunnah Rasulullah saw. Dari ayat tersebut di atas terang bai’at itu mengandung arti janji setia. Di dlm surah al-Fath ayat 10 dapat dibayangkan pula cara bai’at yaitu dgn meletakkan tangan di atas tangan bai’at mirip yg dijelaskan Ibnu Khaldun.

Di dlm sejarah yg kita pahami bai’at aqobah yg pertama & bai’at aqobah yg kedua, bai’at aqobah yg pertama terjadi pada tahun 621 Masehi di suatu bukit yg bernama Aqobah. Bai’at ini di antara Rasulullah saw dgn dua belas orang dr kabilah Khozraj & Aus dr Yathrib yg isinya: “Mereka berjanji setia pada Rasulullah untuk tak mensekutukan Allah swt, tak akan mencuri, berzina, membunuh belum dewasa, menuduh dgn tuduhan palsu & tak akan mendurhakai Rasulullah saw di dlm kebaikan.”

Adapun bai’at yg kedua terjadi pada tahun 622 Masehi di antara Rasulullah saw dgn 75 orang Yathrib, 73 orang pria & 2 orang wanita. Bai’at ini di sebut pula sebagai bai’at kubra, di dalamnya terjadi obrolan antara Rasulullah saw dgn orang Yathrib & pada karenanya orang-orang Yathrib memBai’at Rasulullah saw dgn kata-kata:

  √ Pengertian I’Tikaf

“Kami berbaiat untuk taat & senantiasa mengikuti baik pada waktu kesusahan maupun pada waktu dlm kemudahan, pada waktu senang & pada waktu susah & tetap mengatakan benar di manapun kami berada, tak takut celaan orang di dlm membela kalimah Allah.”

Sudah pasti pembai’atan ini dijalankan setelah terjadinya permusyawaratan penentuan seorang imam yakni pemimpin. Ada kemugkinan tak seluruh anggota Ahl al-Hall Wa al-Aqd’ membai’at imam. Keadaan demikian harus di hindari sedapat mungkin yakni dgn jalan musyawarah untuk meraih kesepakatan. Apabila cara musyawarah tak menciptakan persetujuan, maka imam mampu dibai’at oleh secara umum dikuasai Ahl al-Halli Wa al-Aqd’. Apabila sehabis dibai’at oleh mayoritas Ahl al-Halli Wa al-Aqd’, maka golongan minoritas pun mesti tetap mentaati & menolong imam, & tak boleh berusaha menjatuhkan imam, kecuali kalau imam melaksanakan kekafiran yg konkret.

Tujuan bai’at

1. Bai’at dlm pengertian janji setia terhadap suatu anutan atau iktikad serta pengesahan terhadap otoritas pemimpinya. Term bai’at pula dipergunakan dlm pemahaman yg lebih terbatas, yakni berupa akreditasi terhadap kekuasaan & otoritas seseorang serta sebagai janji setia kepadanya. Pengertian yg seperti ini pula terdapat dlm terma bai’at yg dipakai untuk mengangkat seorang khalifah yg telah ditetapkan dlm sebuah wasiyat oleh khalifah sebelumnya.

2. Bai’at yakni pemelihan seorang untuk menduduki posisi pemimpin, utamanya dlm pemelihan seorang khalifah yg pula di dalamnya mengandung pengertian janji setia terhadap khalifah tersebut.

3. Sebagai penetapan diri untuk siap menerima aturan-aturan Allah. 

4. Memperkuat & memperteguhkan ikatan melalui suatu janji bersama dlm rangka memenangkan agama Allah.